Sunday, December 18, 2011

Bantal, Guling dan Selimut


Ketika ku tanya pada hati, apakah ia baik-baik saja jawabnya tidak. Akh.. ya aku lagi-lagi lupa bahwa ia pernah ada, inginnya berkehendak semaunya saja, tapi tak bisa, ada hal yang harus berjalan sebagaimana yang ia mau, meskipun itu tidak seperti yang kuinginkan.

Sayang semua itu membekas, tak bisa hilang, tak juga mengabur, aku masih ingat jelas tindak tanduknya yang selalu membuatku muak hingga mau tak mau kurapalkan kata-kata sakti untuk menguatkanku dan melemahkannya.

Aku tak mengerti dengan esensi waktu, bagiku semua berjalan terlambat, tuturnya terlambat, tindakannya terlambat, dan terakhir maafnya pun terlambat.

Friday, November 25, 2011

Guruku


Hari ini 25 nopember, diperingati sebagai hari guru. Aku jadi teringat guru sekolah madrasahku, ya…sekolah madrasah, atau sekolah agama. Jadwal sekolahnya setelah sekolah dasar usai, dimulai dari jam 13.00 – 17.00, sekolah madrasah ini memiliki 4 tingkatan kelas, dari kelas 1 hingga kelas 4, maka akupun masuk menjadi siswi madrasah kelas 1 ketika aku berada di kelas 3 sekolah dasar, menurut ibuku katanya biar hitungannya pas, madrasah tamat, SD pun tamat.

Sekolah madrasahku namanya “Assalam” yang artinya pembuka. Letaknya persis dibelakang pasar, memiliki 2 ruangan yang berukuran kecil, karena ada 4 tingkatan kelas, maka guru pun membagi 1 ruangan untuk 2 kelas. Bayangkan, bagaimana penyampaian materi disana, di ruangan yang sama dihuni oleh 2 tingkatan kelas, kelas 1 & 2, kelas 3 & 4, blackboard yg hanya 1 di setiap ruangan akhirnya diberi batas oleh guru menjadi 2. Jujur saja, aku tak pernah fokus, bagaimana bisa fokus, ketika aku sedang belajar bahasa arab, adik tingkatku sedang belajar tarikh islam, beda tingkatan maka materi ajar pun berbeda. Tapi lagi-lagi ini lah kondisinya, bukti bahwa desa yang kudiami sangat tidak maju.

Wednesday, November 23, 2011

Bunda

Kaki kecilmu melangkah disana

Mengurai waktu, mengetuk semua pintu

Kutemukan wajah letih dengan mata sembab

Tapi senyum itu tak pernah hilang, darimu…

Untukku…anakmu

masih kuingat jelas

rambut hitam, dan kulit kuning langsat itu

sekarang telah memutih dan mengkerut

betapa waktu sangat cepat mengubahnya

bunda…kita telah bersama-sama

mengayuh sampan menuju ujung muara

aku ingin tetap berada di sini, dekat denganmu

meski kamu berkali-kali bilang

sudah waktunya kau jalan sendiri nak…

Dialog Dengan Tuhan

Aku mencoba menikmati kesendirian ini, mencoba berdamai dengan keadaan yang mengharuskanku mengambil “kesempatan itu”…, aku melakukan dialog panjang denganMu pada suatu malam, bukankah aku telah lama meminta padaMu untuk suatu kesempatan yang sama??kuingat lagi, ya sejak tahun 2004, ku melihat gedung angkuh itu yang bersimbolkan makhluk raksasa, kucoba membuka semua pintu gerbang untuk masuk kedalamnya, seribu pintu kulalui, tapi hasilnya nihil, aku tak pernah menemukan kunci yang pas. Pada suatu titik dimana aku bergerak seperti osilator yang mempunyai simpangan minimum, makin melemah, dan makin melemah, sampai akhirnya aku menyerah, tak mampu lagi mencapai batas amplitudo maksimum. aku mulai hilang arah, kuenyahkan pikiran idealisku yang selama ini menjadi pembungkus otakku, ku ganti dengan realita yang ada, tapi tetap Tuhan aku tak bisa berdamai, aku benar-benar tak bisa menikmatinya…akh..aku hanya ingin lebih salahkah?? Engkau tersenyum mendengar keluhku, Kau ucap “Nikmatku mana lagi yang kau dustakan (QS. Ar-rohman)”… deg…aku menunduk, tak kuasa kutantang Engkau... aku mencoba berdamai dengan kesempatan yang ada, akan kucoba enyahkan pikiran idealisku... tapi Tuhan masih bolehkah aku berharap??untuk sekali saja Kau membantuku menemukan kunci yang pas memasuki bangunan angkuh yang selalu kukagumi??karena jujur, aku tak sanggup jika harus berjalan sendiri ”AKU tak pernah meninggalkanmu sedikitpun”jawabMu *ketika pertentangan idealis dan realita mulai berperang* Na ket : gambar diambil dari file pribadi

Tuesday, November 22, 2011

expresi

Di sana, aku melompat bergerak kesana-kemari, menari centil, melenggokkan kepala, mengayunkan kaki, pinggul pun bergoyang, aku berputar diiringi tawa ceria semua orang, alunan music tradisional membuat aku makin menghentak, ya…aku bahkan tak peduli ketika ada sepasang mata memandangku dan mengabadikan itu dengan lensa kameranya.

Peluh mulai bercucuran tipis saja, tapi music tradisional ini tak berhenti mengalun, sesaat diajaknya aku mengingat masa kecilku, bermain petak umpet, ular-ularan, dan mendendangkan lagu sepanjang zaman “rasa sayange”. Ya… disini aku merasa hidup, bersyukur karena aku terlahir di tanah sunda, aku menyanyikan lagu dengan bahasa ibuku, aku melirik ke atas tribun, dia masih terus memandangku, aku pun memandangnya dan tersenyum.

Thursday, October 20, 2011

romance d’amor


Lagu romance d’amor di mp3ku ini sudah ku putar untuk kesekian kalinya, aku hanyut didalamnya, tenggelam bersama petikan dawai yang memintal nada indah itu.

Entah apa yang kupikirkan, aku hanya membayangkan jika kamu yang memainkannya untukku langsung, tak akan aku berkedip karena aku tak ingin kehilangan moment untuk menonton permainan gitarmu, mungkin aku akan menjadi seperti sosok anak kecil yang hanyut oleh alunan musik. Atau aku akan bertingkah seperti remaja yang memainkan mata berbinar-binar mendengarnya, atau aku akan bertingkah seperti wanita dewasa, yang khusyuk menyimak satu persatu melodi, atau aku akan seperti seorang nenek yang perlahan memejamkan mata dan tertidur diiringi musik syahdu itu, entahlah.. aku tak ingin menjadi salah satu di antara mereka, aku hanya ingin menjadi aku...tak akan aku mengambil jarak darimu, akan kugenggam lututku kuat, sedikit kutundukkan kepalaku, sesekali melirik ke arahmu...tapi lebih banyak aku memilih menunduk, bukan hanya lagu ini yang membuatku hanyut, tapi karena kamu yang memainkannya.

...

Sudah terlalu lama, aku tak menyapamu dalam kata, kaupun begitu mendiamkanku begitu lama, hingga tak lagi mampu kuhitung hari, karena aku tak pernah tertarik dengan susunan terbit dan tenggelamnya matahari yang bagiku itu tak ada beda.

Aku hampir lupa aroma tubuhmu, tahun berlalu menguapkan semuanya, gerak-gerik, kosa-kata, senda gurau semua terlihat samar, terakhir kali bertemu, seperti biasanya kau membuat aku kelu, aku tak berani menatap tatapanmu, tatapan yang masih sama, dari dulu hingga kini.

Tidakkah kau lihat ada yang berubah pada diriku, raut mukaku yang sekarang tegas, wajah yang semakin tirus, kerutan di kelopak mata, dan satu lagi yang terpenting, kau telah benar-benar berhasil mengasah duri-duri di hati ini hingga menjadi taring tajam yang siap mengoyak siapapun yang mendekat.

Dulu, aku tak siap, ketika kau mengisyaratkan pergi dengan tatapanmu. Aku masih terlalu dini untuk kau lukai, dan aku saat itu sedang di mabuk asmara untuk selalu jatuh cinta kepadamu setiap hari.

Ini musim hujan yang kulewati kesekian kalinya tanpamu, tanpa pelukan, tanpa selimut yang selalu kau sampirkan ke tubuhku, tanpa air minum hangat, dan satu lagi, tanpa candamu mencandai hujan di depanku.

Aku tumbuh, aku berjalan, sesekali berlari, tertawa keras, hanya untuk meyakinkanku bahwa luka itu sudah sembuh…

Untuk kesekian kalinya, aku pun malam ini tergugu, menyusuri lorong gelap, menuju rumah entah siapa, tanpamu, tanpanya….

Saturday, October 8, 2011

Festival Braga

Layaknya kota-kota besar lainnya, bandung pun punya agenda tahunan, kali ini tentang festival Braga, festival seni yang di adakan di sepanjang jalan braga, braga panjang, braga pendek, menyita perhatian publik tak terkecuali aku.

Aku yang notabene tukang “ngayap”, gak ketinggalan dengan moment ini, tak ada teman yang bisa ku ajak, akhirnya kuputuskan untuk “ngayap” sendirian, seperti biasanya. Sepanjang mata memandang, banyak banget jajanan bertebaran di kanan kiri, es potong, lumpia basah, kerak telor, gorengan oh nooo… aku bisa-bisa gak pulang kalo gini caranya, aku coba tahan, berjalan sambil menutup mata, gak berhasil, nabrak-nabrak, akh…. Aku coba cara lain, berjalan dengan hanya menatap lurus ke depan, dan cukup berhasil.

Saturday, September 17, 2011

Tesla

kamu hadir berdesak-desakan diantara kerumunan orang-orang, sesekali ekor matamu mencari sesuatu, sesuatu yang tidak kamu pernah kamu temukan sebelumnya, aku menamaimu Tesla, entahlah tiba-tiba aku suka dengan nama Tesla, nama yang mengingatkanku akan ilmu fisika, satuan yang mengukur tentang intensitas medan magnet. aku tak mengenalmu, tapi aku juga tak berhenti untuk terus mengekormu.

kamu kemudian keluar dari kerumunan itu, menyadari bahwa apa yang kamu cari tak lagi nampak, langkahmu lunglai, sesekali terlihat kamu mengambil nafas, kamu tak pernah menyadari kehadiranku, padahal aku dekat, sangat dekat dengan tempatmu saat ini. tak jelas terdengar gumaman yang menurutku lebih dari sekedar gumaman, mungkin nyanyian... nyanyian dari hati.

Hujan

sadarkah kamu bahwa hujan kali ini sangat panjang??? tak pernah dibiarkannya matahari bersinar lebih lama, mungkin jika kuukur prestasinya, inilah prestasi hujan paling tinggi, membuatnya jumawa bahkan terkadang berlebihan.

aku mencintai hujan dengan sangat, hujan bagiku energi untuk menambah hidup, tidakkah kamu berpikir bahwa hujan adalah kondisi alam yang membuat kita bisa saling merapat, petir yang dibawa hujan membuat kita seringkali ketakutan dan kita pun tak lagi ingin sendiri, segera menghambur ke pelukan orang lain untuk sekedar memberi rasa nyaman, udara yang dibawa hujan selalu menghadirkan aroma dingin yang luar biasa, kita butuh energi hangat yang terpancar dari tubuh lain, karena mustahil ada energi tambahan jika kita hanya sendiri. Hujan menghadirkan konsep berpasangan, mengharuskan kita tak lagi sendiri, selalu itu pesannya, mengharuskan kita untuk mencari bilangan-bilangan ganjil yang menggenapkannya. tak lagi sendiri, aku dan kamu, tetapi menjadi kita.

Pagi Yang Menggelitik

Seperti biasa, rutinitas rabu pagi pun kujalani kali ini, melaju dijalanan aspal dengan banyak pengendara lainnya, semestinya udara yang bersih aku hirup karena waktu masih menunjukkan pk. 07.00 pagi, tapi apa yang kudapat?asap knalpot bis Damri yang aduhai hitam pekat, selalu membuatku sesak nafas, belum ditambah dengan derunya yang mirip helikopter itu.

Menjajaki sepanjang ruas by. Pass Soekarno-Hatta, Bandung, kulakukan dengan senang hati, bukan karena gara-gara bapak-bapak yang berseragam yang bertengger manis di bahu-bahu jalan yang mencoba menertibkan jalan, bukan... bukan karena itu, malah terkadang adanya mereka membuatku gak konsen:p, duh... bapak-bapak dan ibu yang manis.. tersenyumlah kalau sedang bertugas jangan pasang wajah garang.. kan pagi2 bagi-bagi rezeki senyum dapat pahala heheh...

Perjalanan

Hari itu, aku melakukan perjalanan menggunakan transportasi kereta api, perjalanan yang lumayan memakan waktu. Derit-derit gesekan roda dengan rel terdengar jelas dan akupun menikmatinya, menurutku itu adalah suara alami, tanpa dibuat-buat, tidak seperti musik-musik gubahan yang diperindah.


Setelah hampir berjalan puluhan kilometer, tiba-tiba kereta berhenti mungkin menunggu kereta dari arah yang berlawanan tiba, sehingga menghindari terjadinya tabrakan, mataku menerawang pada pemandangan di luar kaca jendela tempatku duduk. 


Mereka di Sekitar Kita

seperti biasa, seperti hari - hari sebelumnya siang itu aku menggunakan jasa transportasi kereta rel diesel kelas ekonomi untuk tujuan akhir yang jauh dari kotaku, sekitar 40 km perjalanan hanya mambayar ongkos Rp. 1500 saja, aku mengambil tempat duduk disamping jendela, untungnya kali ini aku tidak kebagian berdiri, biasanya hampir selama 1 jam setengah aku seperti menjadi kernet yang berdiri bergelantungan berdesak-desakan ditengah-tengah penumpang lainnya.

bisa kukatakan orang-orang yang menggunakan jasa transportasi KRD adalah orang-orang ajaib, semua jenis manusia yang sebenarnya ada disana, penjual dengan beragam aneka jualannya, pengemis dengan beragam caranya, pengamen dengan serba-serbi suara sengaunya, tua muda, anak kecil, bayi, lansia, dan tak ketinggalan pencopet-pencopet kelas ekonomi, biasanya mereka kena sial dengan hasil muka babak belur, dalam hati aku berbisik "kalian hanya salah tempat, coba mencuri uang negara, tak akan babak belur bahkan akan melenggang bebas keluar dari penjara" semuanya ikut berjejalan. di KRD aku hampir kehilangan batas toleransi, terkadang laki-laki muda yang masih kuat untuk berdiri rela membiarkan lansia untuk bergelantungan, memang seperti inikah cermin kehidupan yang sebenarnya??

Thursday, September 8, 2011

Dia

Dia berjalan dengan langkah panjang – panjang, sesekali matanya gesit mencari sesuatu yang dari tadi dicarinya, aku memerhatikannya sedari tadi dari cafĂ© ini, sebentar – sebentar aku kehilangan sosoknya, kalau sudah begini, aku menajamkan penglihatan ke segala penjuru, sampai mataku lelah karena terus-terusan dipaksa untuk fokus. Ah ya… itu dia, aku melihatnya lagi, dengan tas ransel kecil yang disampirkan di bahunya, jam tangan berwarna silver di pergelangan tangan kirinya, dan rambutnya yang bergerak kesana kemari seiring dia melangkah.

Dia masih terus mencari, menyusuri sepanjang jalan Djuanda ini, Jalan ini penuh dengan muda-mudi, kawasan elit dan menjadi pusat kota Bandung, beragam hiburan dengan suara music yang menghentak menjadi background sepanjang jalan ini, taman yang dipenuhi lampu dan air mancur menjadi pusat perhatian bagi mereka yang haus akan ketenangan, tenda – tenda makanan yang bermunculan ketika sore ini mendominasi pemandangan, dengan beragam menu yang hanya ada di Jalan Djuanda.

Akupun menjadi salah satu penikmat jalan Djuanda, mengambil tempat dari lepas magrib tadi di sudut café yang menyediakan aneka cemilan malam hari, jagung bakar beraneka rasa, pisang bakar, roti kukus menjadi menu utama pada café yang ku tempati, satu demi satu kursi mulai penuh, aku pun menjadi gerah selain tak suka dengan ramai, aku kehilangan pandangan pada dia yang sedari tadi aku perhatikan.

Hampir 15 menit lamanya, sosoknya menghilang, aku berusaha mengedarkan pandang ke semua tempat yang masih bisa kulihat dari kursi yang kududuki, rasanya enggan aku beranjak, aku berpikir jalan Djuanda tidaklah panjang, tak mungkin dia berjalan terlalu jauh.

Gerimis mulai muncul satu-satu, aku mulai cemas, sosoknya tak juga terlihat, kunikmati lagi pisang bakar keju dan bandrek yang kupesan, kucoba nikmati gerimis yang turun perlahan, mensesap aroma hujan, tapi tak bisa, pikiranku melayang padanya, mulutku komat kamit mengucap doa, agar aku bisa melihatnya segera.

Hampir 30 menit yang lalu, diatas semua resahku tiba-tiba aku melihatnya, berlari kecil menjauhi gerimis, sesekali mencari tempat untuk berteduh, sepatu ketsnya menciptakan cipratan pada genangan yang dipijaknya, langkahnya ringan, semakin mendekat ke arahku, ku tersenyum lebar, berharap dia melihatku dan membalasnya, tapi ternyata tidak, dia sibuk merogoh tas ranselnya, aku sudah tak berjarak dengannya, dia masuk ke cafĂ© yang sama, aku terkesima bisa melihatnya dengan jarak pandang yang dekat, leherku tak lagi kaku, karena aku tak harus memanjangkannya seperti tadi ketika mencari sosoknya, darahku sepertinya menggelegak tepat ketika dia menatapku, ya… benar dia memang menatapku, dan bahkan menuju kesini, aku seperti buronan yang tertangkap basah, tak tahu lagi harus bagaimana, aku pasrah dengan apa yang akan dia lakukan terhadapku, kubenarkan tempat dudukku, rasanya detik berjalan lambat, langkah-langkahnya yang tadi kuperhatikan panjang-panjang di jalan Djuanda sana, sekarang terlihat kaku, bergetar tungkainya, hmm… mungkin.

Ya… dia mengambil duduk tepat di depanku, aku masih menatapnya malu-malu…

“ini setangkai mawar putih untuk kamu”

Katanya… membuka perbincangan, dan sesudahnya mawar itu berpindah ke tanganku, kucium aromanya wangi, sewangi dia.

Tak ada lagi suara, hanya desah nafas yang terengah, café ini semakin penuh, aku semakin merapat didekatnya, berbagi tempat hanya dengannya.

Friday, January 7, 2011

Surat dalam kotak korek api

Dear Hawa
Hawa.. aku minta maaf sangat atas cara ku mengenali aroma tubuhmu kemarin, berkali-kali, aku minta maaf. Terima kasih memberiku kesempatan untuk tidak berjarak dengan mu. Hawa, kalau boleh tolong dilupakan ya… boleh ya aku minta sangat “tolong dilupakan”, aku malu sama kamu. Aku ingin tetap berkomunikasi sama kamu, ketemu kamu, terus… terus dan terus.
Hawa, ada banyak hal ingin aku tanyakan, ada banyak hal ingin aku bagi, ada banyak hal yang ingin aku minta, ada banyak waktu, dan banyak kejadian yang aku ingin lakukan denganmu, dan itu langka.
Selama perjalanan di kereta, aku menyadari tentang aku, tentang kamu, aku seperti makhluk yang datang dari spesies mana, sangat berbeda dengan kamu, atau orang-orang yang pernah datang ke kamu. Ada banyak hal yang musti aku rubah untuk bisa membagi banyak hal dengan kamu, ada banyak hal juga yang musti aku setarakan dengan kamu, aku kalah start untuk semuanya. Hawa, siapa aku dan aktifitasku..?
Kamu sangat lembut dengan dunia kamu yang santun, belum lagi dengan perasaan mu yang masih terikat kuat dengan masa lalumu, kamu hanya seorang baik yang tidak pernah ingin menyakiti, luapan itu yang mungkin aku anggap sebagai sayangmu atas aku, aku berlebihan kupikir.
Ada saatnya aku merasa bersyukur dengan sudah dikenalkannya kamu atas aku oleh Tuhan, tapi sesekali aku tidak terima dengan tataran pertemanan setinggi ini, kamu bisa bersahabat dan aku tidak, kamu bisa bersaudara dan aku belum bisa.
I have to lead my own self to move in the next page… could i?
-Adam-


Dear Adam

Cinta kadang gak pernah bisa di tebak. Kadang kita masih perlu mencari apa definisi yang sebenarnya, mengapa harus ada rasa, mengapa harus kamu, mengapa harus dia, mungkin itu pertanyaan sebagian banyak orang tak perlulah mencari jawabnya, karena bukankah Sang Pembuat Hidup selalu bersikap sesuka hatinya?

Untuk kamu yang sedang diberikan rasa paling sakral ini, kamu pasti sedang mengalami rasa yang tumpang tindih, berjumpalitan dalam segenap emosi, saling membentur kesana kemari, kadang ketika lelahnya tiba tak kuasa cairan bening meluncur deras layaknya benar-benar ada pabrik yang memproduksi di dalamnya..

Ketahuilah tak seorang pun bisa mengingkarinya, jadi apapun jenis kebercandaan DIA dalam memberimu rasa yang ajaib ini, syukurlah karena tak semua orang diberikan kesempatan untuk merasai, aku tahu… aku dan kamu seorang yang lemah, yang terkadang kalah oleh nafsu, nafsu yang dalam penciptaannya pun selalu membangkang, tak seperti akal yang dalam proses penciptannya pun patuh padaNya.

Jika saja kamu mampu mengatasi gejolaknya, mungkin kamu sudah melakukannya tanpa perlu kamu merasakan sakit terlebih dahulu, tapi bukankah tanpa sakit terlebih dahulu, tak akan pernah ada pembelajaran?

Aku lemah, dan jauh dari sempurna, tuturku kadang selalu nampak berlebihan, sebenarnya ingin sekali aku mengeluarkan tataran kata yang agung, bukan sekedar sikap ketus, diksikupun tak pernah sempurna, berantakan, tapi bukankah dengan begitu aku tak perlu berpura-pura, karena sebenarnya bukankah segala jenis kebohongan berasal dari kata-kata yang di atur?

Cobalah untuk menatap langit sejenak, jika ada bintang paling terang, coba lihat dengan seksama, bintang itu seolah berujar “terima kasih sudah melihatku, terima kasih sudah memperhatikanku, terima kasih sudah menyediakan waktumu hanya untuk menantiku, dan sejuta terima kasih lainnya, dan ketahuilah kamu bahwa bintang itu adalah cerminan diriku, diriku yang bermetamorfosa atas penantian panjangmu, berjuta detik dan pikiran-pikiranmu yang telah tanpa sengaja ku curi, aku hanya mencari cara untuk mendapatkan kesempatan berbicara denganmu, setidaknya bintang akan lebih jujur dengan sinarnya, lain halnya mulut yang pandai berdusta.

Tuhan selalu menciptakan pasangan yang sepadan untuk makhluk yang Ia buat, setidaknya kali ini berikan Dia kesempatan lagi untuk membuktikan kuasanya, karena aku selalu yakin bahwa ada seseorang yang menantimu dengan sangat di suatu tempat, aku tak tahu, kamu pun tak mengetahuinya tapi setidaknya tuhan selalu mempersiapkan segala sesuatunya dengan indah.

Untuk kamu, yang sedang berada di area yang sebenar-benarnya manusia, karena sedang “merasai”, nikmatilah segala jenis sakit yang ada, bukankah setelah sakit selalu ada kebahagian?yakinlah itu, aku hanya bisa mengucapkan selamat atas bertambahnya fase “rasa” dalam kehidupan kamu, bagiku kamu telah naik tingkat, karena seseorang dikatakan berhasil bila dia telah ikhlas.

-Hawa-


Dear Hawa…

Bicara soal cinta sama kamu seperti tadi, sebenarnya ya berat. Aku yang selalu kebingungan cara melupakan cinta, menggagalkan perasaan yang salah pangkat 3, berhenti nunggu, rumit jika cinta dibicarakan dengan Cuma 1 hati saja, aku terlalu serius.

Jarak yang jauh, ekspresi yang aku duga-duga sendiri maksudnya, rinduku yang kadang datang penuh, tiba-tiba hilang ganti sama emosi, kesediaan yang aku iakan sering berubah jadi pertanyaan-pertanyaan. Setiap hari aku hapal benar ritme itu, bergerak, sepi, cerita, pemahaman, senang, hilang, aku yang mencarimu semuanya hanya berganti-ganti begitu. Berkali-kali perasaanku tidak dimengerti ternyata rasanya marah.
Kalo perasaanku tidak bisa di balas searah itu cuma sakit, tapi aku tidak marah dan memang aku sudah mengerti.

Menghilangkan kamu dari pikiranku, menghilangkan cinta dari hidupku, dengan doa, dengan aktifitas, aku sudah lupa berapa kali kulakukan.
Aku bukan menghujatmu, hawa. Aku Cuma tidak terima ketika kamu tidak mengerti apa-apa dengan perasaanku, aku tahu kamu sama sekali tidak mengerti, kalaupun perasaanku tidak direspon searah, aku sudah tahu, aku tidak marah, cintaku hilangpun aku bersyukur. Tuhan baik, ini bukan tidak adil. Kamu yang tinggi, bikin aku belajar lebih rendah hati karena ku jangkaupun meskipun bisa, sangat jauh. Sangat jauhnya berjeda denganku membuat aku merasa punya hak yang sama untuk berharap. Apa yang belum kumiliki itu harapan. Meskipun ada beberapa orang bilang, lupakan yang kita miliki untuk memiliki lainnya, sehingga semua jadi milik kita.
Aku kecewa bukan karena habis harapan yang aku punya meskipun tidak memiliki, tapi ketika perasaan ku tidak dimengerti ternyata. Daun mempertahankan embun sampai pagi tujuannya adalah atmosfer yang segar, dan sekarang aku sadar benar aku tidak sekuat daun yang Cuma mimpi merubah atmosfer. Aku terlalu sombong mengatakan aku kuat. Hawa,.. kamu tahu, aku tidak pernah berpikir akan menaklukan kamu, tidak pernah!. Aku sayang sama kamu, aku berpikir aku selalu punya harapan kamu lebih bahagia setiap harinya dan itu membahagiakan aku juga sebaliknya, ternyata bukan itu esensinya dan aku egois, egois sekali, aku kalah dengan daun.
Selamat malam, terima kasih sudah banyak dipahamkan, semoga bisa paham juga
-Adam-
Dear Adam…
Aku minta maaf, aku terlalu penuh oleh rasa cinta sehingga rasanya ingin muntah, ketika kamu kembali menawarkannya lagi, tempatku sudah penuh, aku pun ragu bahkan tidak tahu dimana harus kutempatkan kamu, Adam yang baik… aku merasai menjadi “Hawa” yang sebenarnya di dekatmu, kamu tangguh, kamu perkasa, tapi terkadang kamu bisa menjadi sangat lemah, rapuh mudah jatuh. Berkali-kali aku mendefinisikan kamu seperti daun kering, diinjak dan hancur, dan berkali-kali kamu menepis itu, dengan kilatan marah, dengan kata-kata yang penuh, dengan mata yang merah, kamu menudingku.
Aku diam… kali ini..
Adam… kamu datang terlambat, tidakkah kamu tahu itu?hanya itu yang salah lainnya tidak.
-Hawa-
Dear Hawa…
lepas kita berbanyak kata tadi, rasanya air mengalir deras dari mata, tapi ini melegakan meskipun aneh rasanya. Rasanya lebih-lebih dari tamparan dan pukulan yang sempat membuatku berdarah-darah dari hidung dan mulut.
Waktu kecil aku karateka, aku pernah turnamen dan dipukul sampai darah penuh di mulutku, itu pun masih harus dihukum dengan lari dan jatuh ke aspal. Mukaku sepenuhnya luka dan hidungku bengkok, itu pun aku masih bisa berdiri tanpa setetes pun air mata… sama sekali. Aku pernah dipukul sangat keras dan mengenai tulang hidungku, itupun tidak membuat air mataku keluar, kalaupun keluar itu bukan karena rasa sakit tapi karena rangsangan yang saat itu pendarahan tidak berhenti selama 30 menit.
Sungguh ini rasa yang indah, saat aku tidak merasakan satu sentuhan pun dikulitku yang terasa sakit, tapi mata ini terus saja memproduksi airnya, sampai rasanya aku ingin mandi terus, karena mataku jadi kayak bandeng.
Tuhan telah mengajak aku untuk membedakan rasa sakitnya, aku sering menangis karena terharu atas kejadian. Tapi mungkin baru 3x aku menangis karena sakit, pertama ketika aku menyakiti pacarku, kedua ketika pacarku berselingkuh, dan ketiga sekarang sedang berlangsung.
Hawa, kamu hebat. Baru kali ini aku mengalami penolakan, kamu membuatku merasa hebat dengan sudah merasai pengalaman ini.
Dari kecil aku sendiri, sering sendiri, dan kenapa sekarang aku takut sendiri hanya karena merasa pernah ditemani?
Terima kasih untuk semua penyadarannya, kamu pernah membuatku merasa sangat kuat pada satu masa yang hampir jatuh, kamu mengingatkanku tentang Tuhan, tentang kesehatan dan brengseknya nafsu. Terima kasih untuk penyanderaan hati yang kamu lakukan, itu membuatku kuat sesaat dan sakit mendadak, lalu membuatku harus bisa kuat lagi, kuat yang sebenarnya. Semua yang sudah membaik biar tetap membaik, kamu construct dan aku finishingnya . tidak ada yang perlu disesali, tidak ada yang tidak bermanfaat, tidak ada yang berhak disalahkan, kita selesaikan bangunannya sampai utuh jadi siapapun kita nanti.
Konsep jatuh cinta itu bukan hanya rasa mengalah, suka dan bahagia. Tapi jatuh cinta itu meliputi bahagia, susah, cemburu, pengendalian diri, nafsu dan dramatis, semuanya berbaur.
Hawa yang baik dan datar. Aku belum bisa melupakanmu, aku masih belum sanggup mengurangi perasaanku.
Sekali lagi malam ini hebat, aku telah sedang mencintai orang yang cerdas dan bijak, jika tadi kamu bilang “I try but I cant” dan aku bilang sekarang “retry, please try again”. Lucu… ya.
Selamat malam Hawa, malam yang paling indah di antara malam-malam sebelumnya sejak aku kenal kamu dengan sangat dekat. Ternyata kamu sangat tegas dan gampangan. Jika ada yang bilang kamu gampangan, tarik ulur dan matre aku yang akan menyangkal pertama kali.
-Adam-
Dear Adam
Ketika kamu banyak menumpahkan air mata malam ini, aku pun melakukan hal yang sama, bantal dan guling pun basah. Kadang aku lelah, mengapa harus kamu?
Adam, berhentilah menumpahkan seluruh cintamu kepadamu, itu terlalu berlebihan, aku tak pantas. Aku kadang tersenyum jika mengingat kita pernah berjanji dalam satu sepeda untuk selalu bersama, kita pernah mengaitkan kelingking kita. Lucu…seperti 2 bocah yang jatuh cinta pertama kali.
Aku menemukan sosok “Adam” yang sebenarnya pada dirimu, aku menangis ketika kamu berkali-kali bilang “aku menyakitimu” . kenapa musti sekarang kenapa tidak kemarin Dam?
Akh… malam ini lagi-lagi aku tergugu, mengingatmu dan kita.
-Hawa-
Dear Hawa…
Kamu adalah seorang paling kejam yang pernah hadir dalam hidupku. Mungkin bukan kamu yang membuat dirimu kejam, tapi posisimu yang membuatmu nampak kejam bagiku. Aku sering menggumam kata “dictator” dan itu sebutanmu bagi hidupku selama 1 tahun terakhir. Kenapa aku menyebutmu demikian?aku sudah ingin sejauh-jauhnya melepaskan diri darimu, melepaskan dan mengikhlaskan perasaanku, lalu tiba-tiba ada sesuatu yang mengingatku padamu, mendadak aku rindu dan sangat sulit untuk lepas lagi darimu.
Saat aku mulai baik-baik saja dengan cara membencimu, kemudian kamu muncul dan mendadak aku kehilangan seluruh kebencianku yang sudah ku rencanakan dan kutimbun dengan sengaja agar aku bisa melupakanmu. Saat aku sudah menguasai diriku dengan pelampiasan yang ada disekitarku mulai dari ide-ide, kesenangan-kesenangan, aktivitas-aktivitas bahkan aku mencobai beberapa cinta baru yang ada di sampingku, tapi ketika lampu kamarku mulai padam dan aku merasa kembali sendirian, bayangan tentang kamu ada lagi. Sampai saat aku merasa muak dengan wajahmu, aku memintanya untuk datang lebih lambat yaitu dalam tidurku. Aku ingin wajah itu datang dalam mimpiku saja, bukan dalam hari-hariku dan menggagalkan tidurku berulang-ulang.
Kamu dictator yang hangat, kamu dictator yang lembut, entah harus aku katakan terima kasih atau sebaliknya. Kerinduanku atas kamu bisa menguasai seluruh waktu yang ada. Tidak ada yang bisa aku lakukan selain menepisnya, lalu merasakannya lagi, lalu menunggu jatuhnya air mata sampai matahari terbit lagi.
Aku pernah memiliki cinta yang besar dalam hidupku, namun aku belum pernah merasakan siksaan sebesar ini, rindu sebesar ini.
Ketidakmampuanku untuk mendapatkan rasa sayang yang aku mau itu yang mungkin membuat aku menjadi pendendam dan penikmat rasa sakit. Mungkin jika aku mendapatkan apa yang aku mau, justru tidak akan membuktikan apa-apa pada diriku sendiri.
Aku tidak akan percaya bahwa aku mampu merasakan dan menikmati anugrah ini, aku tidak akan percaya bahwa aku sebodoh ini, aku tidak pernah menyesal tapi aku merasa kesakitan. Aku tertawakan diriku ketika aku sudah mencobai hal-hal bodoh yang belum pernah aku lakukan sebelumnya hanya untuk memenggal rasa-rasa seperti ini. Dan akhirnya, aku membenci semua makhluk sejenismu.
Banyak orang yang mengkhawatirkanku tapi yang kulakukan adalah mengkhawatirkanmu, padahal aku tahu kamu akan selalu baik-baik saja. Aku mengasihani diriku yang Nampak bodoh. Ok, aku memang Nampak bodoh, tapi seperti bayi yang Nampak bodoh ketika dia belajar merangkak aku pun demikian. Aku akan bisa berlari nanti. Nanti kalau aku sudah mampu melupakanmu, mengikhlaskan perasaanku entah dengan cara apa, aku tidak akan menyerahkan cintaku, selain untuk diriku sendiri.
Dalam rinduku yang kadang-kadang datang berlebihan, aku tidak ingin berlebih-lebih. Aku Cuma ingin punya kesempatan untuk berkabar, mendengar suaramu yang mewakili cerita-ceritamu, bahagiamu, optimismu, kamu yang manja, yang kadang semuanya itu hanya hilang sampai jatuhnya air dari mataku tidak lebih.
-adam-
Dear Adam
Adam suratmu yang terakhir ku terima terlambat, dan aku sangat-sangat menyesal membaca isinya. Aku tahu lagi-lagi aku salah, lagi-lagi aku menyakitimu, tapi aku tak bisa berbuat banyak.
Mungkin kamu sudah bosan mengirimiku surat, tapi aku tak pernah bosan menunggumu.
Aku suka menebak-nebak ekspresimu dalam setiap kata, ku bayangkan kamu tertawa tergelak seperti dulu ketika kita menghabiskan waktu bersama bermain petak umpet di bawah pohon besar, atau ketika kita seharian menghabiskan waktu dengan menyusuri semua jalan, tak tahu alamat, tak juga tahu tujuan hingga keringat di dahi mengisyaratkan semua bahwa permainan telah usai.
Aku kangen lampiasan marahmu padaku dengan surat-surat itu, marahmu tak pernah kasar, bahkan ketika aku salahpun kamu masih saja mensejajarkan aku menjadi “Hawa” yang tinggi. Aku merasa tersanjung di dekatmu.
Adam… kali ini aku yang mencarimu, ku cari kamu ditempat biasa kamu sembunyi, aku datangi seluruh kawanmu, juga keluarga, tak juga kutemui kamu. Dimana kamu?
Aku tahu, aku salah. Apakah semuanya bisa di ulang?hingga ketika kamu bilang “please try again” maka aku dengan lugas akan memelukmu, tak usah kuyakinkan lagi padamu, karena aku sendiri telah meyakini diriku, bahwa aku membutuhkanmu.
Adam… matahari telah tinggi hampir lungsur, aku menunggu di titik semula kita bertemu.
-Hawa-

Nb:
tulisan ini aku dedikasikan buat kamu, terima kasih untuk semua hal. a million thx for u.

Rindu


Kakiku telanjang menyentuh air tepian kolam, memainkannya perlahan hingga menghasilkan riak yang juga pelan. Tanpa suara pada siang hari itu.
Siang yang terik, tidak seperti biasanya. Siang yang hening tanpa angin dan tanpa suara berisik anak-anak. Tapi aku enggan beranjak dari kolam ini, terus saja memainkan air pada dasarnya, memikirkan tentangmu yang tiada habisnya.
Aku memejamkan mata untuk sekedar membiarkan pikiranku berlari tanpa aturan.
Kamu ingat? kita pernah menghabiskan banyak waktu untuk mampir di warung pinggir jalan, memesan camilan wajib untukmu, sebotol air mineral habis sudah, ternyata kita haus setelah seharian mengitari pusat kota ini. Kamu membuat lelucon, mengarahkan agar senyumanku melebar menjadi tawa.
Tiba-tiba sebagian wajahku basah, bukan karena percikan air yg dimainkan kaki-kakiku tapi basah karena pikiranku dimainkan oleh perasaanku tentangmu. Aku rindu...rindu pada waktu dimana kita terbang bebas tanpa kekhawatiran yang menghimpitku seperti hari ini,. Rindu pada tempat yang memberikan ruang untuk aku dan kamu memamerkan kemesraan kepada semesta. Rindu pada tubuh yang membiarkanku menyandar hangat dipelukannya. Rindu pada hati yang menempatkanku di dalamnya. Rindu pada mu...
Rindu selalu membuatku merasa berantakan. Rindu selalu membuatku kesepian dan justru semakin menyepi. Menyepi mencari kehangatanmu, meraba cerita-cerita kita, merasakan kembali nafas yang pernah kurasakan. Seperti siang ini aku kembali melakukannya dan berulang-ulang selalu melakukanya, menemuimu dalam bentuk sketsa tak berwarna di kepalaku.
Karena tentangmu, mereka mengatakan pandanganku saat ini kosong padahal aku sedang menatap dalam-dalam matamu. Karena tentangmu, mereka mengira aku sebagai pribadi penyendiri, padahal aku selalu bersamamu. Sayang semua itu hanya keinginanku tentangmu. Sayang sketsa-sketsa itu tidak menjadi nyata saat ini. Sayang mereka tidak pernah melihatmu di dalam kepalaku, di dalam hati bahkan di setiap hari-hariku. Aku hanya menjadi liar dalam dunia semu ku, aku hanya menjadi riang dalam imajinasiku dan aku hanya akan menjadi hangat dalam ruang tak bersekat di kepalaku, seperti saat ini.
Jika saja aku benar-benar ditemani kamu kali ini, mungkin riak di dasar kolam akan lebih meriah, tapi tidak, riaknya semakin memelan.