Ketika ku tanya pada hati, apakah ia baik-baik saja jawabnya tidak. Akh.. ya aku lagi-lagi lupa bahwa ia pernah ada, inginnya berkehendak semaunya saja, tapi tak bisa, ada hal yang harus berjalan sebagaimana yang ia mau, meskipun itu tidak seperti yang kuinginkan.
Sayang semua itu membekas, tak bisa hilang, tak juga mengabur, aku masih ingat jelas tindak tanduknya yang selalu membuatku muak hingga mau tak mau kurapalkan kata-kata sakti untuk menguatkanku dan melemahkannya.
Aku tak mengerti dengan esensi waktu, bagiku semua berjalan terlambat, tuturnya terlambat, tindakannya terlambat, dan terakhir maafnya pun terlambat.
Senyum ini tak lagi sama untuknya, kadang seluruh ototku mengejang ketika mengingatnya, tapi sayang dia sendiri bahkan lupa bagaimana semua itu bisa terjadi.
Semua menurutnya terlihat normal, terlihat maklum, tapi tidak untukku karena buatku itu terlalu mengada-ada.
Waktu tak pernah menghilangkan semuanya, hanya membuatnya lupa sejenak. Andai saja semuanya tak dia lakukan mungkin aku tak akan menggumpal seperti ini, seperti kembung kebanyakan minum yang akhirnya mau tak mau cairan itu kumuntahkan.
Kuikuti saja apa maunya, karena bukankah semuanya benar menurut dia.
Ya…menurutnya hanya menurutnya.
Bermalam-malam sudah lewat, ternyata semua masih sama.
Bantal, guling, dan selimut, kuijinkan mereka berbicara kepada dia tentang semua kebenaran-kebenaran yang mereka lihat setiap malam, nanti tepat pada waktunya.
Semua masih terlambat, karena sejatinya, hatiku masih bersikeras untuk tidak memaafkannya.
No comments:
Post a Comment