Sebagai warga negara yang menjadi bagian dari sebuah negara besar, saya berhak mendapatkan rasa aman untuk tinggal di negara ini. Satu-satunya tempat yang menurut saya bisa memberikan rasa aman dan adil kepada saya yaitu pengadilan. Lembaga hukum yang idealnya memberikan keadilan dan hukuman pada yang bersalah.
Hal itu pula yang dirasakan oleh adik saya, RR. Mahasiswi semester 4 sebuah Perguruan Tinggi di Bandung. RR, menjadi salah satu korban kekerasan dalam pacaran. Kekerasan yang dilakukan oleh pelaku (pacarnya) sekitar Mei 2014. Saya harus mengacungkan jempol kekaguman kepada adik saya ini, RR berani melapor ke kantor polisi terdekat, dengan keadaan wajah hancur karena dihajar pelaku, RR pun melakukan visum.
RR mempunyai harapan yang tinggi pada pemberi keadilan agar memberikan keadilan yang seadil-adilnya untuk dirinya. Dari mulai pelaporan, penyidikan, sampai pada tahap proses pengadilan. Itu adalah masa-masa kelam bagi RR, teror dari pelaku, sidang yang tak selesai-selesai dan bayangan bahwa pelaku akan lolos menyebabkan RR mengalami depresi, percobaan bunuh diri pun 2x dilakukan oleh RR.
Tapi untunglah jiwa RR selalu tertolong, ada tangan-tangan yang menyangga tubuh RR ketika RR mencoba menjatuhkan diri dari lantai 8 kampusnya.
Saya sendiri pernah melihat pelaku. Waktu itu saya menemani RR untuk menjalani sidang komisi disiplin di kampusnya, seketika RR menjerit histeris, sidang komisi disiplin pun dicancel. RR trauma, jelas!
Proses persidangan berjalan bertele-tele dengan beragam alasan baik dari pihak pengadilan maupun dari pelaku. Rabu menjadi hari yang menegangkan bagi RR, kasusnya disidangkan setiap hari rabu, rabu demi rabu tanpa kepastian. Kemarin, Rabu tanggal 4 Maret 2015 seharusnya itu menjadi hari putusan, tetapi sayang pelaku tidak hadir dengan alasan sakit, sidang pun di tunda. Proses penundaan yang berulang kali membuat perkara ini semakin kabur.
Dengan kondisi ini jiwa RR pun makin labil, bayangan pelaku akan menerima hukuman yang ringan pun terbayang sudah, Jaksa hanya menuntut 6 bulan penjara.
Untuk sebuah tindak kekerasan yang hampir merenggut nyawa dan mengobrak-abrik mental RR, saya kira ini tak adil. Jika hukuman yang dijatuhkan oleh hakim hanya 6 bulan maka ini sama saja dengan negara ini memberikan ruang untuk para pelaku kekerasan.
Besok, Rabu tanggal 11 Maret 2015 agenda sidang adalah pembacaan putusan karena penundaan minggu kemarin. Semoga menjadi hari keadilan bagi RR. Hari perempuan internasional yang jatuh pada tanggal 8 maret kemarin, sudah seharusnya menjadi momentum bahwa kekerasan terhadap perempuan tak bisa lagi dimaklumi.
No comments:
Post a Comment