Saturday, November 7, 2015

Senja Dengan Dua Kematian : Berakhirnya sebuah Dendam

Sebuah Karya Kirdjomulyo yang dipentaskan di Gd. Dewi Asri ISBI Bandung



Jumat, 6 November 2015 di Gedung Kesenian Dewi Asri ISBI Bandung mungkin menjadi momen yang tak kan terlupakan bagi Zanuar Eko Rahayu, R. Melia F. Dewi dan Taopik A. Rozak. Kerja keras, masa pembelajaran selama menempuh pendidikan program sarjana terbayar tuntas ketika gemuruh tepuk tangan menandai kesuksesan mereka menghadirkan seni pertunjukan teater berjudul “Senja Dengan Dua Kematian” karya Kirdjomulyo yang berhasil mereka pentaskan dengan apik sebagai ujian akhir.
Gambar diambil oleh @dy_murwaningrum

Saya menyimpan ingatan tentang pentas semalam dengan lekat, rapat-rapat, mendekapnya karena saya tidak mau kehilangan kenangan tentang pementasan tersebut. Kirdjomulyo. Seniman serba bisa, pelukis, pemain teater dan sastrawan yang telah melahirkan banyak karya. Puisi, lakon dan beberapa manuskrip berhasil ditulisnya. Senja dengan dua kematian (SDDK) adalah salah satu lakon yang ditulisnya. SDDK menceritakan tentang realita yang tidak kita ketahui yang sebenarnya ada di sekitar kita. Intrik, dendam, sakit hati, ketidakpuasan menjadi tema besar dalam SDDK. SDDK mengajarkan saya tentang dendam yang menimbulkan kehancuran bagi pihak lain, bukan hanya hancur melainkan mati. Wijasti yang diperankan oleh R. Melia adalah korban dari lingkaran tragedi yang dibuat oleh orang-orang pendahulunya, orang tuanya. Wijasti menjadi puncak dari sebuah dendam yang ditumpahkan pada orang yang tidak tepat. Wijasti adalah perempuan yang harus menanggung akibat dari sesuatu yang tidak pernah dilakukannya. Wijasti adalah mata tombak bagi sebuah perlawanan, bahwa kodrat bukanlah inti dari kehidupan. Kirdjomulyo membuat sosok Wijasti sebagai wanita tangguh, dengan lantang Wijasti berujar “tidak seorang pun akan sanggup memegang kata-katanya kalau dia bukan seorang laki-laki atau perempuan sejati” kalimat pedasnya itu dia sampaikan dengan ekpresi marah dan tutur yang tegas pada Karnowo (diperankan oleh Zanuar) sosok lelaki bengal yang dibencinya.
Gambar diambil oleh @dy_murwaningrum

Selalu ada kebanggaan setiap kali saya menonton pementasan ujian akhir mahasiswa teater ISBI ini, bangga karena saya berkesempatan menikmati buah jerih payah mereka selama berbulan-bulan latihan. Haru, karena saya menangkap ekpresi bahagia dan kelegaan yang luar biasa dari setiap pemain dan crew ketika pementasan usai, dan terlebih saya seperti terlibat emosi ketika melihat yang ujian akhir berpelukan dengan orang-orang terdekatnya, keluarga, teman juga pasangan yang menemani mereka selama proses pengkaryaan ini.
Diantara mereka, usai pementasan

Euphoria itu di mata saya menjadi wajar dan lumrah malam tadi. Kegembiraan yang pada tempatnya, di waktu yang tepat dengan orang-orang yang terlibat dan berkontribusi dalam pementasan. Penonton pun tahu diri bahwa kegembiraan berhak diluapkan dengan caranya masing-masing. Moment-moment itulah yang memberi kepuasan untuk saya, beragam ekpresi hadir melalui tutur dan gerakan tubuh. Langit merestui dengan tak menumpahkan air, sebaliknya Gedung Dewi Asri bersiaga dari letupan kebahagiaan pada setiap jiwa yang hadir.

Seringkali pementasan memberi pengalaman yang berbeda-beda bagi setiap orang. Kita tinggal memilih, akan mengenangnya lalu kenangan itu hilang karena kita tidak berusaha dan tidak mau menyimpannya dengan baik, atau kita memilih mendekap kenangan tersebut erat-erat, menjadikannya sebagai wadah belajar dan teman akrab?


Teater bagi saya bukan hanya persoalan pertunjukan semata tetapi sudah pada tahap perenungan, pengerucutan semua bidang ilmu, tempat berkumpulnya sastra, filsafat, akting, musik, tari, vokal. Bisa akting tanpa mengerti sastra dan filsafatnya mungkin hanya akan melahirkan pemain sinetron kejar tayang. Teater merupakan pergumulan antara pikiran dan nurani, mengawinkan ragam rasa diolah dan diekspresikan sehingga memberikan makna pada setiap mata yang memandangnya. Teater bukan perkara hiburan yang dipertontonkan dengan asal, tapi setiap pemain yang terlibat di dalamnya mempunyai bentuk tanggung jawab atas setiap bahasa dan gerak yang ditampilkan. Tanggung jawab yang tidak main-main. 

No comments:

Post a Comment