Saturday, September 17, 2011

Perjalanan

Hari itu, aku melakukan perjalanan menggunakan transportasi kereta api, perjalanan yang lumayan memakan waktu. Derit-derit gesekan roda dengan rel terdengar jelas dan akupun menikmatinya, menurutku itu adalah suara alami, tanpa dibuat-buat, tidak seperti musik-musik gubahan yang diperindah.


Setelah hampir berjalan puluhan kilometer, tiba-tiba kereta berhenti mungkin menunggu kereta dari arah yang berlawanan tiba, sehingga menghindari terjadinya tabrakan, mataku menerawang pada pemandangan di luar kaca jendela tempatku duduk. 



Sawah yang hijau menghampar luas, langit cerah seolah-olah tersenyum ingin ku gapai, awan pun demikian tak ragu merubah bentuknya, tiba-tiba menjadi pria gendut, atau menyerupai kepulan asap rokok, mataku tertuju pada seorang anak kecil berumur 6-7 tahun-an berpakaian seragam sekolah dasar, mustinya pakaiannya berwarna putih merah, tapi sepertinya warna putih tak pantas ku sebut, yang terlihat adalah padanan warna kuning (kekuningan)-merah, kakinya belepotan lumpur, langkahnya seringan kapas, meloncat dari pematang satu ke lainnya, gerak-geriknya riang, mukanya polos tanpa dosa, aku menyaksikan pemandangan itu dengan dada sesak, lalu kuperhatikan diriku sekarang, sebenarnya siapa yang lebih beruntung??? Aku yang berada dalam gerbong yang mewah ini, semua furniture kelas executive dan aroma yang wangi, atau anak kecil itu yang belepotan lumpur dengan tubuh legam dan rambut pirang karena bergelut dengan teriknya matahari? tas yang disampirkan di badannya seolah berkata “aku lelah meloncat kesana-kemari”, sesekali anak lelaki lugu itu melirik ke arahku dan memamerkan deretan gigi kuningnya yang sepertinya tak pernah mengenal pasta gigi.

Jika saja Tuhan berbaik hati, saat itu aku ingin tenggelam bersamanya, menyusuri pematang sawah, bermain lumpur, lari sekencang-kencangnya hingga terjatuh di kubangan air, melawan terik matahari hingga aku yakin aku yang menang, karena begitu senja matahari akan tenggelam, sedangkan aku masih mempunyai sisa waktu hampir 7 jam untuk menutup hari itu.

Mataku basah,.. akh.. Tuhan, betapa Engkau selalu menciptakan cerita dibalik semua detik yang kulewati.
Kereta yang kutumpangi melaju perlahan, bayangan anak kecil legam itu hilang ditelan jarak, tetapi ingatanku akan kehadirannya yang hanya lima belas menit, mampu menciptakan gejolak dalam dadaku, akan apa itu arti kebahagian.

Bahagia ternyata ‘lepas’, tak mesti berada diruangan mewah ber-ac dan berparfum, tetapi dalam sesuatu yang tak dibatasi.

(gambar dokumentasi pribadi)

No comments:

Post a Comment