Thursday, October 20, 2011

...

Sudah terlalu lama, aku tak menyapamu dalam kata, kaupun begitu mendiamkanku begitu lama, hingga tak lagi mampu kuhitung hari, karena aku tak pernah tertarik dengan susunan terbit dan tenggelamnya matahari yang bagiku itu tak ada beda.

Aku hampir lupa aroma tubuhmu, tahun berlalu menguapkan semuanya, gerak-gerik, kosa-kata, senda gurau semua terlihat samar, terakhir kali bertemu, seperti biasanya kau membuat aku kelu, aku tak berani menatap tatapanmu, tatapan yang masih sama, dari dulu hingga kini.

Tidakkah kau lihat ada yang berubah pada diriku, raut mukaku yang sekarang tegas, wajah yang semakin tirus, kerutan di kelopak mata, dan satu lagi yang terpenting, kau telah benar-benar berhasil mengasah duri-duri di hati ini hingga menjadi taring tajam yang siap mengoyak siapapun yang mendekat.

Dulu, aku tak siap, ketika kau mengisyaratkan pergi dengan tatapanmu. Aku masih terlalu dini untuk kau lukai, dan aku saat itu sedang di mabuk asmara untuk selalu jatuh cinta kepadamu setiap hari.

Ini musim hujan yang kulewati kesekian kalinya tanpamu, tanpa pelukan, tanpa selimut yang selalu kau sampirkan ke tubuhku, tanpa air minum hangat, dan satu lagi, tanpa candamu mencandai hujan di depanku.

Aku tumbuh, aku berjalan, sesekali berlari, tertawa keras, hanya untuk meyakinkanku bahwa luka itu sudah sembuh…

Untuk kesekian kalinya, aku pun malam ini tergugu, menyusuri lorong gelap, menuju rumah entah siapa, tanpamu, tanpanya….

No comments:

Post a Comment