Saturday, May 8, 2010

Selalu Kuingat

Kuhampiri lelaki paruh baya itu, dengan langkah yang terseret dan tatapan mata menunduk, bukan…aku tak mencuri sesuatu pandang dibawah sana, tapi aku menyembunyikan riak kecil dipelupuk mataku. Tiba didepannya aku mendadak kaku, gagu aku dibuatnya, bingung dengan kalimat pertama yang harus ku ucap, aku hanya bisa melihat dia menatapku, aku hanya bisa melihat dia tiba-tiba refleks menggerakkan kedua tangannya, memelukku, pelukan yang telah sangat lama aku nantikan, pelukan yang mampu membuatku berada ditempat paling tenang, pelukan yang benar-benar bisa menghapus dukaku, tak satupun kata terucap darinya maupun dariku, hanya lirih terdengar isak, tentu itu milikku. kulepaskan pelukannya, lalu aku beranikan diri memandangnya, melihat rambut tipisnya yang agak pirang dan sedikit ikal, kulihat wajahnya, akh… ya sudah terlalu banyak kerutan disana, kulihat lekat-lekat tubuhnya, dia terlihat asing dengan pakaian yang dikenakannya, ku ciumi terus punggung tangannya, lalu aku menatap sekelilingnya, tempat ini benar-benar tak layak, bau apek dan sangat kotor, tak ada ventilasi udara, tak ada cahaya, bukan lagi remang tapi gelap sangat, disinikah kau tinggal???remuk hatiku melihat keadaannya, dan semakin jatuh aku ketika ku tahu aku tak bisa melakukan apapun, hanya pasrah. aku hampir lupa, aku rogoh kantong baju lusuhku, kukeluarkan secarik kertas, lalu kubuka, dan kuserahkan kepadanya, aku tunjukkan bagian yang penting dari kertas itu, lalu dia memicing, akh… lagi-lagi aku hampir lupa, bahwa dia hampir rabun, kubantu dia untuk melihatnya, ada binar bahagia saat dia mengetahui apa yang kutunjukkan, dia langsung memelukku, kali ini lebih kencang dari tadi, dan kudengar isak hebat miliknya, bukan lirih seperti punyaku tadi, aku hanya diam… (detik aku menulis ini, aku benar-benar sakit mengingatnya). banggakah kau padaku??dengan gerakan cepat dia mengangguk, aku tahu… bukan kondisi seperti ini yang aku inginkan ketika aku menyampaikan keberhasilanku, Lalu bagaimana tanyaku??dia diam… seribu bahasa, hanya raut wajah yang aku bisa mengartikan semuanya, “tak usahlah khawatir, aku bisa melakukannya, aku minta doamu…ucapku” dia makin tenggelam dalam sedihnya, menelungkupkan kepalanya diatas meja kayu, aku benar-benar tak mampu membendung emosiku, aku berbalik sambil memeluknya, aku tahan tangisku, buru-buru aku menjauh meninggalkannya, tapi aku lega karena tadi sempat kubisikkan ditelinganya…”apapun yang terjadi dengan bapak, Na sayang sama bapak, Na bangga sama bapak”. With Love Na

1 comment:

  1. isi kertas apa na?ampe bkin bapak sedih

    ReplyDelete