Jumat selayaknya hari lain adalah
hari keberkahan. Sore itu senja tak datang dengan jingganya. Mendung menggayut
sempurna. Saya menuju tempat cantik, NuArt Sculpture Park untuk menonton pementasan
monolog Happy Salma.
Tiba di NuArt langsung terlihat
lampu-lampu cantik dan suasana alam yang segar. NuArt salah satu surga kecil di
Bandung. NuArt ternyata punya hajat besar yaitu pembukaan pameran Carangan kolaborasi
dua seniman besar Nasirun dan I Nyoman Nuarta. Jam 19.00 acara sudah mulai, ternyata
pak Menteri Perhubungan turut hadir. Tak mau kalah dengan seniman, Pak Budi
Karya pun bernarasi “Seni dan manusia, tidak ubahnya ibarat garis dan warna.
Keduanya saling melengkapi saling pula menghiasi, dengan seni manusia bebas
bereksperi dan berimajinasi. Seni mempunyai kontribusi besar dalam melembutkan
jiwa dan refleksi nilai bangsa. Hidup harus bermakna dan berwarna”. Semula saya
kira acara hanya pementasan monolog Happy Salma ternyata ada kejutan lain. Ayu
Laksmi tampil membuka acara. Seluruh mata hening memandang penuh khidmat, angin
semilir, gemericik air sungai yang berada tepat di bawah NuArt menjadi backsound alami. Tanpa diminta sang alam
seperti ikut memeriahkan acara.
![]() |
Suasana riuh di lantai dasar pameran, kuda-kuda kayu karya Nasirun |
![]() |
Karya Nasirun |
![]() |
Karya I Nyoman Nuarta |
Pameran Carangan dikurasi oleh
Jim Supangkat. Menurut kurator tema Carangan dipilih karena konsep karya Nasirun dan Nyoman Nuarta yang sangat berbeda. “Carangan adalah ketika terjadi sebuah percabangan,
suatu tetumbuh kecil dari batang pokok. Dalam lakon pewayangan Carangan
merupakan tetumbuh-tetumbuh penceritaan yang muncul menyimpang, menyulur, dan
menjadi ranting dan batang utama yang adalah pakem. Carangan dalam menafsir, mengadaptasi dan memberikan konteks,
ia mengenali celah bagi pembaharuan, ruang bagi meniti keadaan sendiri”.
Selepas dimanjakan dengan karya
sang maestro. Saya bersama tamu lainnya digiring menuju panggung terbuka di
sudut yang berbeda. Iringan musik dangdut sudah mulai terdengar. Penonton duduk
melingkar, riuh tak sabar menunggu sang bintang muncul, Happy Salma. Musik
dangdut Sambalado menjadi pembuka, dengan tiba-tiba Happy Salma muncul
mengenakan pakaian biru blink-blink dan sepatu bot tinggi, khas penyanyi
dangdut. Happy pun menyanyi. Penonton tertawa riang melihat sang aktris
bergoyang petir dan bernyanyi. Happy seperti biasa selalu tampil memukau. Membawakan
karya Putu Fajar Arcana, Happy menjadi Lisa seorang penyanyi dangdut yang punya
keinginan sederhana. Lisa yang berkeinginan mempunyai album membuatnya terjebak
dalam lingkaran yang rumit. Lisa terbuai dengan janji-janji seorang anggota
dewan yang telah beristri. Karena cerita cintanya Lisa harus berhadapan dengan KPK.
Lisa cerminan sebagian besar masyarakat Indonesia yang masih mengharap mimpi
dengan cara instan. Ini bukan tentang kebodohan, tapi tentang ketidakmapanan
mental menghadapi kerasnya persaingan sehingga jalan pintaslah yang dipilih. Alih-alih
mimpi yang diraih malahan tersungkur dalam masalah dan memanen penderitaan
kembali.
Happy Salma bersama grup musik dangdutnya |
Pementasan tersebut bukan hanya
monolog tanpa isi. Putu Fajar Arcana dan Happy mengemasnya dengan penuh. Bergaya
satire, sukses membuat penonton terpingkal-pingkal, bahkan pak Menteri pun ikut
berbaur di panggung dan nyawer ketika
Lisa bernyanyi. Happy Salma memang bukan penyanyi, tetapi kemampuan aktingnya yang sangat bagus membuat saya lebih memilih Happy yang menyanyikan sambalado dibanding penyanyi aslinya.
Lampu panggung di padamkan, pentas telah usai. Gemuruh tepuk tangan
menandai dimulainya malam yang mulai merangkak naik. Pentas memang telah
berakhir tetapi ingatan tentang malam tadi akan terus terkenang. Tampaknya
semua energi terserap di Nu Art malam tadi. Orang-orang pulang dengan
bergembira, membawa secuplik kenangan, tanya dan sedikit kegelisahan
No comments:
Post a Comment