Sebuah Resensi
Rosetta film yang
diperankan oleh Emilie Deguenne bercerita tentang perjuangan seorang perempuan
berusia 18 tahun yang melakukan segala cara untuk mendapatkan pekerjaan. Adegan
film ini diawali dengan Rosetta yang dipecat dari pekerjaannya, meronta,
mengamuk dan memukul atasannya. Adegan heroik menjadi pembuka yang tidak
terlalu manis tetapi mengundang penasaran. Saya mulai bertaruh dengan Rosetta,
awalnya saya mengharapkan bahwa Rosetta akan membawa saya pada petualangan yang
seru khas film-film Hollywood, ada pembuka yang manis, ada konflik yang membuat
urat nadi mengencang di pertengahan film serta adegan penutup yang mapan. Tapi
ternyata saya salah besar. Film berdurasi 90 menit hanya menampilkan
adegan-adegan pengulangan tanpa ending
yang jelas.
Kegigihan Rosetta
untuk mendapatkan pekerjaan memaksanya melakukan berbagai cara termasuk menikam
temannya sendiri Riquet yang diperankan oleh Fabrizio Rongione. Riquet menjadi
pelayan di toko Waffle dan Rosetta dengan cara yang licik akhirnya menggantikan
Riquet. Rosetta ingin mempunyai hidup yang normal, ibu yang sembuh dari
kecanduannya akan alcohol, mempunyai pekerjaan yang mapan dan tempat tinggal
yang layak. Dia selalu bercakap dengan dirinya sebelum tidur “Namamu Rosetta.
Namaku Rosetta. Kamu mendapatkan pekerjaan. Aku mendapatkan pekerjaan. Kamu
mempunyai teman. Aku mempunyai teman. Kamu memiliki hidup normal. Aku memiliki
hidup normal. Kamu tidak akan jatuh dalam lubang. Aku tidak akan jatuh ke dalam
lubang”. Semacam self doctrine, harapan
agar hidupnya lebih baik keesokan harinya.
‘Ces’t La Vie’ ini yang mau
ditampilkan pada film Rosetta. Suatu film tak mesti memiliki opening-klimaks-ending. Film bisa saja
berjalan mengambang, menyisakan keganjilan dan tanda tanya.
No comments:
Post a Comment