Saya pernah mengalami malam-malam yang mengerikan. Tubuh
saya di lumat habis oleh binatang buas, kuku-kuku hitamnya mencengkram tangan
dan kaki saya. Dengusan yang keluar dari hidungnya sungguh membuat saya muak.
Saat itu saya seringkali berdoa bahwa kematian telah dekat, tapi ternyata
sepertinya saya mencintai hidup lebih besar daripada saya mendamba kematian.
Binatang buas itu tak segan-segan membunuh mangsanya,
gigi-giginya yang tajam dia pakai untuk mengunyah tanpa sisa daging
santapannya. Seringkali saya mengecohnya dengan menyuguhkan musik-musik
pencipta kedamaian. Rileksasi music, itu judul aplikasi yang saya download dari
smartphone, berharap music bisa menenggelamkan segala hal dan kepenatan, atau
juga barangkali menenggalamkan rembulan agar lebih cepat pulang.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiay3mN9nY-GaKBBoyEOXgX_-W0dGfssFm918h5BqLLVA8_ufMCFXttWm2MDjlc3hQ47y3iK6Iw2B7Iy8_1iURPBYVHoUwd82WYnMcArYAgA26XamucsyOBamDG2hHurEiFjVh6ZS1dMY/s400/f5fd4e435d98b5adbc0008602ad99ce0.jpg)
Dia mendengus seperti biasa. Lidahnya menjulur, tanda dia
kepayahan. Tak ada kata maaf darinya, begitupun tak ada pengampunan dari saya.
Semua impas.
Saya terkulai karena energi yang tersedot habis. Dengan
teliti, saya periksa kaki saya,
jari-jarinya, betis, lutut, paha, selangkangan, pinggang, perut, dada,
payudara, lengan, dagu, bibir, telinga, mata, alis, leher, rambut. Saya
bergidik membayangkan bahwa semua ini telah di rasainya. Saya pernah mencuci
tubuh saya dengan tanah sebanyak tujuh kali, katanya itu cara untuk
menghilangkan najis di zaman Muhammad, yang lahir pada abad ke 6 Masehi.
Saya beranjak, menyisir rambut saya dan menggulungnya, memakai
make up, memakai lisptik, memakai blazer, hari ini aktifitas saya padat. Saya tak
peduli pada makhluk berkaki empat yang sedang meringkuk kepayahan itu. Saya tak
peduli! mungkin dia mati sebentar lagi.
Matahari, dulu seringkali saya mengumpatnya karena dia
merampas waktu-waktu hidup saya. Ya, saya adalah penikmat malam. Wajah malam
membuai saya dalam keheningan dan rasa damai. Malam bukan hanya milik para
penjual angkringan, ataupun seniman yang acapkali berkarya ketika malam. Tapi malam
juga adalah milik saya, perempuan yang seringkali berpikir bahwa mencintai
hidup mungkin lebih mudah daripada mendamba kematian.
Malam sangat larut ketika saya pulang. Saya dapati makhluk
berkaki empat itu terdiam kaku. Kematian telah menjemputnya dengan caranya
sendiri. Lidahnya menjulur, matanya melotot saya, bulu-bulu di badannya rontok
seketika. Saya kembali berpikir bahwa ternyata kuasa mempunyai masa nya sendiri.
Dulu, binatang buas ini gagah perkasa. Hidupnya penuh dengan pujian banyak
orang. Dia bisa mendapatkan apapun yang dia inginkan dengan kuasanya. Tapi ternyata
alam tak bisa dibantah. Kerapuhan menunggunya. Perlahan, semuanya jatuh. Harga dirinya
yang pertama kali jatuh, lalu gigi taringnya yang mulai keropos. Otot-otot
kakinya yang dulu kuat setiap kali mencengkram korbannya, bahkan sudah tak bisa
lagi menopang tubuhnya. Terakhir yang saya lihat, yang jatuh dari tubuhnya
adalah bulu-bulunya. Simbol kekuasaan dia selama ini, pakaian yang mampu
menyamarkan dia sehingga hidupnya bisa bergelimpangan pujian.
Saya yang merasa pernah menjadi korbannya, tak sudi
mendoakan kematiannya. Kematiannya tak layak dirayakan, biarkan dia membusuk
sampai dikerubungi lalat. Namanya tak perlu lagi diingat.
Malam ini setelah seminggu kematiannya. Saya mengadakan
perayaan sederhana atas diri saya, tubuh saya yang tak harus menjalani malam
mengerikan lagi. Saat ini saya berani kembali tersenyum pada bulan, kuucapkan
maaf padanya karena kemarin hanya sumpah serapah yang keluar dari mulut saya
setiap kemunculannya.
Saya buka pakaian saya, blouse, celana jeans, underwear. Saya
resmi telanjang. Saya padamkan lampu kamar, membuka jendela dan kupersilahkan
dengan khidmat cahaya rembulan menjamahi tubuh saya. Saya merasakan aliran
hangat di anak sungai saya. Saya tahu saya telah bercinta dengan cahaya, saya
menikmatinya. Saya tak mau berhenti. Sosok imajiner yang kupanggil dengan nama
Tuhan ternyata berhasil membuktikan kasihnya. Satu malam ini berhasil mengganti
malam-malam saya yang mengerikan.
Saya tahu perayaan ini harus segera di akhiri. Tapi saya tak
bisa berhenti. Saya tak mau berhenti.
ket : gambar diambil dari sini
No comments:
Post a Comment