Kita ada di deretan penonton pertunjukan Ontosoroh, mengambil duduk di deretan tengah tidaklah buruk ternyata. Kita sangat antusias, bagaimana tidak?bukankah keintiman kita terjalin dari cerita-cerita sastra yang dibangun Pramoedya, Tohari, Ayu Utami, Putu Wijaya. Seringkali Ontosoroh dan Minke tokoh fiktif dalam buku tetralogi Pulau Buru Pramoedya menjadi topik utama dalam diskusi kita.
Aku tahu jantungmu berdegup kencang ketika lampu panggung
mulai dimatikan. Jemari ini rasanya menggigil, segera saja aku menyelinap di
antara jemarimu. Kehangatan segera menjalar cepat, kita telah bisa menetralisir
situasi. Ini bukan pertama kalinya kita menonton pagelaran, banyak pertunjukkan
yang sudah kita nikmati. Tapi, entahlah
selalu saja aku merasa ini momen pertamaku denganmu. Aku tahu, panggung adalah
duniamu. Aku menikmati setiap cerita panggungmu, kamu bertutur tentang keringat
para penari yang menggoda, tiap bulir keringatnya adalah letupan kepuasan
batin, keringat-keringat yang membuat kulit penari mengkilat itu adalah
pertanda bahwa hidup bisa dinikmati dengan beragam cara.
Pertunjukkan Nyai Ontosoroh yang merupakan hasil karya
kolaborasi seniman Indonesia dan Australia merupakan gabungan teks, gerak,
suara serta idiom-idiom seni pertunjukkan lainnya untuk mengekspresikan beragam
aspek kepribadian Ontosoroh yang kompleks. Kita larut dalam alunan musik, suara
penyanyi dan gerakan-gerakan yang memukau. Penari membawakan kepribadian
Ontosoroh sebagai seorang perempuan dari Wonokromo yang di jual oleh ayahnya
sendiri untuk dijadikan nyai.
Menjadi seorang nyai tidaklah mudah, tapi Ontosoroh tampil
sebagai nyai yang berbeda. Nyai yang mampu melawan jaman dan segala hal yang
menekannya. Kisah hidup Ontosoroh sendiri tak berakhir bahagia, dia harus kalah
oleh kekuasaan. Kekayaan yang dimilikinya tak mampu mengubah nasib dan
statusnya sebagai nyai. Hidup di masa kolonial Belanda tentulah sulit,
feodalisme masih sangat lekat.
Ontosoroh merupakan sebuah fenomena pada masanya.
Pemikirannya melampaui perempuan lainnya, karakternya yang luar biasa membuat
aku penasaran bagaimana cara Pramoedya bisa menciptakan tokoh dengan karakter
yang kuat sekali.
Yang paling menarik
dari pertunjukkan ini, ketika penari membawa gulungan kain yang panjang dengan
posisi membungkuk di atas badannya. Ini menggambarkan betapa penderitaan
Ontosoroh sangatlah besar, meskipun dia menjadi perempuan pribumi pertama yang
mempunyai kekayaan yang melimpah tapi itu semua tak sebanding dengan
penderitaan yang dideritanya. Pernikahannya dengan seorang kompeni, menciptakan
kesengsaraan yang luar biasa.
Gemuruh tepuk tangan memenuhi ruang teater ketika
pertunjukkan usai. Wajah-wajah penuh kepuasan tergambar jelas pada hampir dua
ratus orang penonton yang hadir. Keringat para pengisi acara tidak hanya
berbicara tentang rasa puas menghadirkan pagelaran untuk penonton, tapi lebih
dari itu, untuk memenuhi jiwa mereka sendiri.
Kita masih saling menggenggam. Menikmati rasa bahagia yang
bergerak perlahan. Tak usah hingar bingar dan mewah, bahagia bisa hadir dalam
kesederhanaan. Sastra, gerak dan suara seringkali kita orgasme dengan
ketiganya.
_____________________________
No comments:
Post a Comment