Matahari
masih belum nampak dari ufuk timur, bulan masih siaga, ayam-ayam pun
masih terlelap. Hening diiringi hembusan angin kemarau yang mulai
kencang, lampu kamar masih redup, yang terdengar hanya suara detak dari
jam tangan analog.
Meja hias, kursi
dan meja di depan televisi, lemari pakaian, karpet yang tergelar,
semuanya mendengarkan dengan khidmat percakapan bantal, guling dan
selimut yang berlangsung sejak tadi.
“bantal,
coba kamu ceritakan apa istimewamu, ujar guling. Aku pernah menjadi
tempat bersandarnya 2 kepala, 2 kepala itu selalu bercerita tentang hari
yang mereka jalani, kejadian lucu hingga derai tawa yang manja, rambut
yang bersatu, sering juga kudengar suara kecupan kecil di kepala. Aku
senang pernah menjadi saksi untuk cerita mereka, lalu bagaimana denganmu
guling?ujar bantal.
“aku sering berada di antara 4 kaki, mereka saling mengepitku erat, kadang tak jarang akupun dijadikannya objek untuk saling bercanda, badanku di pukulkannya ke arah badan mereka, tapi aku senang karena setelahnya aku selalu mendengar suara tawa renyah dari mereka”
Bantal dan guling serempak menoleh ke arah selimut, lalu bagaimana denganmu selimut?
“selimut tersenyum, lalu air matanya menggenang, aku selalu menjadi atap untuk mereka bercengkrama di dalam badanku, aku tutupi mereka dari kebisingan dan sumpah serapah banyak orang, aku lindungi mereka dari hawa dingin ac kamar, aku lindungi mereka dari sinar lampu yang terlampau terang, juga matahari yang selalu datang kepagian. Kupeluk tubuh mereka erat, aku tahu apa yang mereka lakukan, di dalam tubuhku, lebih dari sekedar menempelkan kepalanya di bantal dan mengepitkan kakinya di guling.”
Lalu kenapa air matamu matamu menggenang, selimut?ujar bantal.
“aku tak pernah ingin menjadi pelindung 2 orang yang berbeda, yang kuinginkan hanya mereka, aku telah hapal aroma tubuh mereka, aku hapal desah mereka, aku sampai telah benar-benar mengerti dimana letak tahi lalat, tanda lahir, strechmark, gumpalan lemak, dan titik kenikmatan mereka, aku tak bisa membayangkan jika yang kutemui dan kulindungi hanya salah satu dari mereka, yang satunya lagi asing”
Bantal,
dan guling saling melengos. Selimut benar kali ini, ujar bantal. Aku
tak mau manjadi sandaran untuk 2 kepala selain mereka. Guling menunduk
air matanya menetes satu-satu.
Obrolan
bantal, guling, dan selimut berhenti. Meja hias dan lemari turut
mengela nafas. Semuanya seolah tak lagi peduli dengan kokok ayam dan
matahari yang mengendap-ngendap.
(untuk kalian... sesekali dengarlah curhatan mereka)
No comments:
Post a Comment