Tuesday, August 7, 2012

Rama, Sinta dan Rahwana


Membaca ulang kisah klasik cerita ramayana, yang diambil dari kitab Mahabarata yang dikemas dan dituturkan secara apik juga indah oleh Sindhunata pada bukunya Anak Bajang Menggiring Angin, membuatku lebih banyak tahu dan belajar.

Siapa yang tidak mengenal Kisah cinta Rama – Sinta – Rahwana ini? Rama dan Sinta adalah icon untuk orang-orang yang berpasangan, tampan dan cantik, tutur kata dan tingkah lakunya baik, keduanya dari keluarga baik-baik, keduanya juga sama-sama keturunan ksatria, tetapi apakah mesti selalu begitukah konsep berpasangan?lalu bagaimana dengan kisah anak-anak Adam diawal-awal masa penciptannya Allah menyuruh untuk yang tampan berpasangan dengan yang jelek, Qabil yang tampan menikahi adiknya Labuda yang jelek, juga Iqlima yang cantik menikahi habil yang buruk rupa?


Mencari


Pernahkah kalian mencari, terus mencari tanpa pernah tau apa yang kalian cari.


Aku pernah...

Menggeret kakiku untuk terus melangkah menuju delapan arah mata angin, dengan binar mata yang redup, rambut kusut, sekujur tubuh bau panas matahari, sorot gelisah terus menggayut, ekpresi ketidak puasan, dan yang paling inti... melangkah tanpa tujuan.

Berlari dari satu tempat ke tempat lainnya... singgah pada beberapa kota, sejenak beban terlupa, tertawa terbahak, mengomentari banyak hal, pejalan kaki, supir bus, taman kota, perempuan-perempuan malam (aku masih ragu apakah mereka benar-benar perempuan), menjejali mulut dengan aneka rasa kuliner, menonton musik dangdut pinggiran, ke museum, dan banyak hal.

Lalu apakah selesai sampai disana...

Tidak...ketika pulang, yang kudapati adalah pencarian tanpa hasil, gelisah masih saja ada.

Entah kenapa... itu tak juga berujung.

Mungkin ini karena aku kangen kamu, sampai terbawa mimpi...  

Jadi ingat, beberapa malam lalu, aku bermimpi bertemu kamu, di suatu kota yang asing, kamu dengan kemeja kotak-kotak dan rambut kusut, pandanganmu kosong... aku menyongsongmu dengan haru, begitu sebaliknya, kita berpelukan... lalu bantal guling menjadi basah, ternyata tangisku nyata.

Sedemikiankah pencarianku akanmu??
Gelisahku reda...? tidak juga.

Sampai sekarang aku masih mencari, dimana perhentianku selanjutnya...

Wednesday, August 1, 2012

obrolan mereka


Matahari masih belum nampak dari ufuk timur, bulan masih siaga, ayam-ayam pun masih terlelap. Hening diiringi hembusan angin kemarau yang mulai kencang, lampu kamar masih redup, yang terdengar hanya suara detak dari jam tangan  analog.

Meja hias, kursi dan meja di depan televisi, lemari pakaian, karpet yang tergelar, semuanya mendengarkan dengan khidmat percakapan bantal, guling dan selimut yang berlangsung sejak tadi.
“bantal, coba kamu ceritakan apa istimewamu, ujar guling. Aku pernah menjadi tempat bersandarnya 2 kepala, 2 kepala itu selalu bercerita tentang hari yang mereka jalani, kejadian lucu hingga derai tawa yang manja, rambut yang bersatu, sering juga kudengar suara kecupan kecil di kepala. Aku senang pernah menjadi saksi untuk cerita mereka, lalu bagaimana denganmu guling?ujar bantal.

"Yang Terbaik" : pemahaman atas dua kepala


Hampir fajar...

“Aku gak ngerti, sama sekali gak ngerti dengan apa yang kurasain sekarang”, kataku memulai percakapan.

“ya sudah dinikmati saja, meskipun menjalani sesuatu tanpa tahu alasan itu aneh, jawabannya bisa jadi ada di belakang, percaya deh Allah itu  baik. meskipun gak selalu mendatangkan orang-orang yang menguntungkan, tapi itu bikin level kita naik, jadi obati hati kita segera ketika sakit, entah sakit hati, iri, dendam atau apapun.” Katamu... menjelaskan.

“Lihat di atas kamu, bulan separuh, fajar menjelang, kamu tidak takut kalo kecantikanmu kalah oleh cahaya bulan, karena kamu merengut gak jelas gitu?” Katamu... sambil memainkan anak rambutku.