Aku telah begitu terbiasa dengan suara-suara, dengan petikan gitar, dengan berbagi banyak hal denganmu. Aku jadi ingat pada salah satu senja yang kita pilih, kita duduk di tengah hiruk pikuk kendaraan yang lalu lalang di lingkungan kampus terkenal itu, lalu seperti biasa tanganmu terampil memetik dawai, lagu-lagu yang tak pernah selesai, lirik-lirik yang berantakan, nada-nada yang ketinggian, tapi dengan begitu kamu sempurna dimataku. Aku menyimak semua ketidaksempurnaan itu dari awal hingga selesai, hingga tanganmu memutuskan berhenti.
Sudah… tanyaku?senja ini, kamu baru saja menuntaskan 3 lagu dengan lirik yang hampir setengahnya kamu lupa, kamu tersenyum malu… ya aku menikmati ini, senja dengan lagu yang tak pernah selesai.
Kamu masih ingat, ketika bulan masih siaga, kamu menceritakan kepadaku tentang dongeng di masa lampau, dongeng yang kamu pilih untuk mengantarkanku tidur, kali ini pun aku menyimak sambil mengantuk, tetapi bukankah itu yang kamu tuju?mengantarkanku pada batas sadar, meyilakanku masuk lebih awal ke gerbang mimpi untuk sesudahnya aku menunggumu di sana, terkadang kamu terlalu sibuk dengan aturan penulisan tugas akhirmu hingga akupun harus menunggu lama untuk berdua kamu di alam mimpi, kamu ingat?kamu melakukannya hampir setiap malam… membiarkanku menunggu terlalu lama, hingga akhirnya terkadang aku melakukan banyak hal yang tidak jelas, melompat, menyanyi dengan suara seadanya, bermain bersama kupu-kupu, bunga dan kumbang yang terbang tanpa aturan.
Aku selalu berharap matahari datang lebih lambat agar aku bisa lebih menikmati malam dengan panjang, tapi sayang matahari tak pernah ingkar janji, dia selalu pasti untuk terbit dan tenggelam sesuai aturan, lagi-lagi aku mengalah pada siklus semesta.
Dan kini…
Aku nikmati alunan suara saras dewi di earphone dengan hati yang entah tertuju kemana, yang kutahu hanya mataku basah, ada yang sakit di dada ini, terlalu banyak hal yang kamu tanyakan dengan jawaban yang tak pernah ada.
Lembayung Bali ini sudah kuputar untuk ke-tiga kalinya, suaranya semakin memelan kalah oleh suara hatiku yang menghentak-hentak, meminta banyak penjelasan darimu, mengapa semua harus kamu dengar secara lisan?tidak cukupkah semua yang kulakukan ini…?
No comments:
Post a Comment