Tuesday, September 8, 2015

Kelahiran

Ket : Gambar dokumentasi pribadi
 Green Lake Village Jakarta, Agustus 2015
judul gambar "menuju cahaya"
Kelahiran selalu disambut dengan gemuruh tepuk tangan ataupun dengan air mata yang diam-diam bergulir di pelupuk mata. Launcing begitu orang modern menamainya, sambutan dan gunting pita menjadi ritual wajib pada acara pembuka lantas dilanjutkan dengan standing party dan gelaran doa diakhir acara.

Tapi tidak ada pesta ketika kelahiranku ataupun kelahiran anakku. Air mata juga sudah kutitipi pesan untuk tidak ikut berbasa basi, proses kelahiran ini hanya milikku dan Dia yang menjadikanku ada, juga untuk temanku, waktu.

Matahari dengan rela menyaksikan kelahiranku, proses mengejan yang dilakukan aku dan ibuku pun ditadahinya dengan sinar. Sinarnya menghangatkan, hingga darah-darah yang mengalir dari selangkangan pun berwarna kuning keemasan.

Waktu, temanku yang paling setia, satu-satunya. Waktu menungguiku dan ibuku hingga larut, waktu mendengarkan ritme nafas yang tidak teratur. Waktu membisiku bahwa ada seseorang yang datang, tangan kirinya membawa seikat bunga, dan lengan kanannya mengapit parcel buah-buahan. Aku menatapnya, sekilas perih dan jerih saat proses kelahiran luntur sudah. Dia, yang menjadikanku. Karenanya aku bisa terus  hidup dengan cinta, ide dan semangat.

Waktu pun memberikan tempat duduknya untuknya. Dia masih saja mengulum senyum, matahari senja dikunyahnya perlahan, perutnya menjadi buncit berisi matahari, warna badannya jadi kuning keemasan. Dia memberikan pita dan gunting berharap aku mau bersedia melakukan ritual launcing seperti pada umumnya.


Kelahiran adalah harapan bagi mereka orang-orang yang berharap. Sebuah kelahiran selalu dilengkapi dengan kehilangan, ada yang muncul pasti ada yang punah, meskipun yang punah itu hanya sebentuk kenangan, ataupun raga, atau juga keinginan.
Kelahiran, ulang hari. Adalah hari di mana sebagian orang menandainya di kalender, doa-doa yang dipanjatkan, mengucapkan ucapan tengah malam untuk orang-orang yang dicintainya yang disinyalir sedang merayakan ulang tahun tanpa pernah mereka bertanya jam berapa kamu lahir? Apakah semua orang lahir tepat jam 12 malam?

Kelahiran, reinkarnasi. Seharusnya melahirkan banyak hal, entah itu raga yang baru, pemikiran yang baru ataupun nurani yang baru. Kelahiran, tak mesti setahun sekali, kamu boleh memilihnya setiap hari, setiap minggu ataupun setiap bulan. Kelahiran yang dirayakan setiap setahun sekali terlalu mainstream dan pergerakan kita akan menjadi lambat karenanya. Menurutku, kelahiran harus dirayakan setiap pagi, dengan daun-daun yang saling bergesek karena dinginnya udara pagi, burung-burung yang ribut, ayam-ayam yang gaduh di belai matahari, dan kamu yang menggeliat sempurna di sampingku.

Tentangmu tentu aku tak bisa lupa, hari itu kita merayakan kelahiran kita berdua. Waktu, tentu saja selalu menemani kita. Udara subuh yang kudus, segelas jeruk nipis hangat, dan kita saling membaui aroma masing-masing. Matamu menutup sempurna sambil mengucap doa, aku menyaksikan dengan seksama, entah doa seperti apa yang kamu panjatkan aku tak terlalu peduli, begitupun aku, doaku adalah milikku, private. Kamu selalu mengingatkanku untuk berterima kasih pada diri sebelum kita menutup hari. Malam, hening, gulita. Diri yang telah menopang raga, diri yang telah memberikan ruang untuk pikir. Kita berutang banyak pada diri, katamu, sudah seharusnya diri mendapatkan penghormatan setidaknya dalam bentuk ucapan terima kasih.Setelah menutup hari dengan penghormatan pada diri maka kita biasanya mengawali hari dengan merayakan kelahiran, terburu-buru takut keduluan matahari. Bergegas takut ingatan kita dirampas oleh kesibukan pagi. Mumpung masih ingat, katamu. Mari kita rayakan kelahiran setiap hari.



No comments:

Post a Comment