![]() |
Ket : Gambar dokumentasi pribadi Green Lake Village Jakarta, Agustus 2015 judul gambar "menuju cahaya" |
Kelahiran selalu disambut dengan gemuruh tepuk tangan
ataupun dengan air mata yang diam-diam bergulir di pelupuk mata. Launcing begitu orang modern menamainya,
sambutan dan gunting pita menjadi ritual wajib pada acara pembuka lantas
dilanjutkan dengan standing party dan
gelaran doa diakhir acara.
Tapi tidak ada pesta ketika kelahiranku ataupun kelahiran
anakku. Air mata juga sudah kutitipi pesan untuk tidak ikut berbasa basi,
proses kelahiran ini hanya milikku dan Dia yang menjadikanku ada, juga untuk temanku,
waktu.
Matahari dengan rela menyaksikan kelahiranku, proses
mengejan yang dilakukan aku dan ibuku pun ditadahinya dengan sinar. Sinarnya
menghangatkan, hingga darah-darah yang mengalir dari selangkangan pun berwarna
kuning keemasan.
Waktu, temanku yang paling setia, satu-satunya. Waktu
menungguiku dan ibuku hingga larut, waktu mendengarkan ritme nafas yang tidak
teratur. Waktu membisiku bahwa ada seseorang yang datang, tangan kirinya membawa
seikat bunga, dan lengan kanannya mengapit parcel buah-buahan. Aku menatapnya,
sekilas perih dan jerih saat proses kelahiran luntur sudah. Dia, yang
menjadikanku. Karenanya aku bisa terus
hidup dengan cinta, ide dan semangat.
Waktu pun memberikan tempat duduknya untuknya. Dia masih
saja mengulum senyum, matahari senja dikunyahnya perlahan, perutnya menjadi
buncit berisi matahari, warna badannya jadi kuning keemasan. Dia memberikan
pita dan gunting berharap aku mau bersedia melakukan ritual launcing seperti pada umumnya.
Kelahiran adalah harapan bagi mereka orang-orang yang
berharap. Sebuah kelahiran selalu dilengkapi dengan kehilangan, ada yang muncul
pasti ada yang punah, meskipun yang punah itu hanya sebentuk kenangan, ataupun
raga, atau juga keinginan.
Kelahiran, ulang hari. Adalah hari di mana sebagian orang
menandainya di kalender, doa-doa yang dipanjatkan, mengucapkan ucapan tengah
malam untuk orang-orang yang dicintainya yang disinyalir sedang merayakan ulang
tahun tanpa pernah mereka bertanya jam berapa kamu lahir? Apakah semua orang
lahir tepat jam 12 malam?
Kelahiran, reinkarnasi. Seharusnya melahirkan banyak hal,
entah itu raga yang baru, pemikiran yang baru ataupun nurani yang baru. Kelahiran, tak mesti setahun sekali, kamu boleh memilihnya setiap
hari, setiap minggu ataupun setiap bulan. Kelahiran yang dirayakan setiap
setahun sekali terlalu mainstream dan
pergerakan kita akan menjadi lambat karenanya. Menurutku, kelahiran harus
dirayakan setiap pagi, dengan daun-daun yang saling bergesek karena dinginnya
udara pagi, burung-burung yang ribut, ayam-ayam yang gaduh di belai matahari,
dan kamu yang menggeliat sempurna di sampingku.
Tentangmu tentu aku tak bisa lupa, hari itu kita merayakan
kelahiran kita berdua. Waktu, tentu saja selalu menemani kita. Udara subuh yang
kudus, segelas jeruk nipis hangat, dan kita saling membaui aroma masing-masing.
Matamu menutup sempurna sambil mengucap doa, aku menyaksikan dengan seksama,
entah doa seperti apa yang kamu panjatkan aku tak terlalu peduli, begitupun
aku, doaku adalah milikku, private.
Kamu selalu mengingatkanku untuk berterima kasih pada diri sebelum kita menutup
hari. Malam, hening, gulita. Diri yang telah menopang raga, diri yang telah
memberikan ruang untuk pikir. Kita berutang banyak pada diri, katamu, sudah
seharusnya diri mendapatkan penghormatan setidaknya dalam bentuk ucapan terima
kasih.Setelah menutup hari dengan penghormatan pada diri maka kita
biasanya mengawali hari dengan merayakan kelahiran, terburu-buru takut keduluan
matahari. Bergegas takut ingatan kita dirampas oleh kesibukan pagi. Mumpung masih
ingat, katamu. Mari kita rayakan kelahiran setiap hari.
No comments:
Post a Comment