Friday, December 19, 2014

Surat yang Terlipat



Perpustakaan, selasa 31 juli 2012, sebelas lewat empat puluh sembilan


Apa kabar?
Lihat baru satu kalimat saja kutulis aku sudah tercekat, pertanda kamu memang bukan orang biasa untukku, apapun tentangmu aku berharap baik-baik saja, terdengar klise ya, tapi itu adalah ungkapan jujur yang paling sederhana.

Aku hanya ingin bercerita tentang beberapa hal yang pastinya tidak kamu ketahui belakangan ini.
kamu kemarin datang mengendap ke rumah kayuku ketika matahari telah tinggi, aku asyik bermain di taman belakang, sehingga tak kusadari bahwa kamu telah lama berdiri disana, dulu ini adalah rumahku, rumahmu juga, rumah kita, tapi entah belakangan hanya aku saja penghuninya, sejak aku tahu bahwa penghuninya hanya aku, aku tutup pintu depan  rapat-rapat aku lebih asyik bermain sendiri, diam yang berdimensi, menunggu waktu hingga bosan. Lalu kamu datang lagi, setelah bepergian begitu jauh, membawa banyak oleh-oleh, seperti dulu, rutinitas yang sering kamu lakukan. Tapi kali ini kepergianmu lain dari biasanya, aku ingat...ketika terakhir kali kamu meninggalkan rumah, aku menghadiahi pelukan untukmu, kecupan pada dahimu, aku melihat diriku pada riak matamu, matamu basah...akupun ia, saat itu kamu “sakit”, akupun “sakit”.

Bertahun-tahun denganmu membuatku terbiasa dengan rasa sakit, tapi sakit itu semakin menumbuhkan rasa cintaku padamu.

 
Lepas kepergianmu terakhir kali, saat itu aku sadar...kamu tak akan pernah kembali, ketika kembalipun kamu tak akan pernah menjadi milikku, bayangan-bayangan kotor dan menggelikan tentangmu terus-terusan berkeliaran dalam pikiranku yang sudah terlalu penuh, aku bahkan sudah sangat lelah dengan bayangan-bayangan kotor tentangmu yang selalu melintas begitu saja tak kenal tempat dan waktu, bahkan ketika aku menyembahNYA. Setiap kali bayangan itu muncul hatiku sakit bukan main, menyadari kenyataan ternyata gak semudah berbicara, ini memang sudah bukan waktunya lagi untuk mempermasalahkan kepergianmu, toh saat itu kita telah berpikir masak-masak.
Kalaupun kamu ingin berbincang denganku, kupersilahkan masuk... katakan hal yang semestinya harus kamu katakan, meski aku yakin ketika kita bertatap muka tak akan terlalu banyak kata yang keluar, karena bukankah kita dan diam adalah satu paket?

Mencintaimu dengan sangat luar biasa sudah kulakukan dari pertama aku mengenalmu, sampai aku mengantarkanmu ke gerbang kehidupan yang sesungguhnya

Merindukanmu tanpa ampun pun sering kualami hingga rindu-rindu itu menusuk tulang iga, menimbulkan sakit lalu karena waktu, sampai rindu-rindu itu menguap dengan sendirinya.

Memaklumimu pun itu sudah kulakukan berulang kali, aku selalu membuka pintu rumahku untukmu, meskipun aku tahu kamu pergi kemana dan dengan siapa, tapi seperti biasanya aku menyambutmu didepan pintu  dengan senyum yang biasanya.

Dan sekarang...
Yang kulakukan adalah memaafkanmu...
Dan berterima kasih atas segala pelajaran hidup yang berharga, karena kamu begitu penting dalam hidupku.

(Mungkin surat ini akan datang kepangkuanmu dan kamu baca keesokan harinya, atau mungkin 2 hari kemudian atau bisa jadi seminggu, sebulan bahkan setahun, kupercayakan saja itu pada kurir).


No comments:

Post a Comment