Perpustakaan, selasa 31 juli 2012, sebelas lewat empat puluh
sembilan
Apa kabar?
Lihat baru satu kalimat saja kutulis aku sudah tercekat,
pertanda kamu memang bukan orang biasa untukku, apapun tentangmu aku berharap
baik-baik saja, terdengar klise ya, tapi itu adalah ungkapan jujur yang paling
sederhana.
Aku hanya ingin bercerita tentang beberapa hal yang pastinya
tidak kamu ketahui belakangan ini.
kamu kemarin datang
mengendap ke rumah kayuku ketika matahari telah tinggi, aku asyik bermain di
taman belakang, sehingga tak kusadari bahwa kamu telah lama berdiri disana,
dulu ini adalah rumahku, rumahmu juga, rumah kita, tapi entah belakangan hanya
aku saja penghuninya, sejak aku tahu bahwa penghuninya hanya aku, aku tutup
pintu depan rapat-rapat aku lebih asyik
bermain sendiri, diam yang berdimensi, menunggu waktu hingga bosan. Lalu kamu
datang lagi, setelah bepergian begitu jauh, membawa banyak oleh-oleh, seperti
dulu, rutinitas yang sering kamu lakukan. Tapi kali ini kepergianmu lain dari
biasanya, aku ingat...ketika terakhir kali kamu meninggalkan rumah, aku
menghadiahi pelukan untukmu, kecupan pada dahimu, aku melihat diriku pada riak
matamu, matamu basah...akupun ia, saat itu kamu “sakit”, akupun “sakit”.
Bertahun-tahun
denganmu membuatku terbiasa dengan rasa sakit, tapi sakit itu semakin
menumbuhkan rasa cintaku padamu.
Lepas kepergianmu
terakhir kali, saat itu aku sadar...kamu tak akan pernah kembali, ketika
kembalipun kamu tak akan pernah menjadi milikku, bayangan-bayangan kotor dan
menggelikan tentangmu terus-terusan berkeliaran dalam pikiranku yang sudah
terlalu penuh, aku bahkan sudah sangat lelah dengan bayangan-bayangan kotor
tentangmu yang selalu melintas begitu saja tak kenal tempat dan waktu, bahkan
ketika aku menyembahNYA. Setiap kali bayangan itu muncul hatiku sakit bukan
main, menyadari kenyataan ternyata gak semudah berbicara, ini memang sudah
bukan waktunya lagi untuk mempermasalahkan kepergianmu, toh saat itu kita telah
berpikir masak-masak.
Kalaupun kamu ingin
berbincang denganku, kupersilahkan masuk... katakan hal yang semestinya harus
kamu katakan, meski aku yakin ketika kita bertatap muka tak akan terlalu banyak
kata yang keluar, karena bukankah kita dan diam adalah satu paket?
Mencintaimu dengan
sangat luar biasa sudah kulakukan dari pertama aku mengenalmu, sampai aku
mengantarkanmu ke gerbang kehidupan yang sesungguhnya
Merindukanmu tanpa
ampun pun sering kualami hingga rindu-rindu itu menusuk tulang iga, menimbulkan
sakit lalu karena waktu, sampai rindu-rindu itu menguap dengan sendirinya.
Memaklumimu pun itu
sudah kulakukan berulang kali, aku selalu membuka pintu rumahku untukmu,
meskipun aku tahu kamu pergi kemana dan dengan siapa, tapi seperti biasanya aku
menyambutmu didepan pintu dengan senyum
yang biasanya.
Dan sekarang...
Yang kulakukan adalah
memaafkanmu...
Dan berterima kasih
atas segala pelajaran hidup yang berharga, karena kamu begitu penting dalam
hidupku.
(Mungkin surat ini akan datang kepangkuanmu dan kamu baca
keesokan harinya, atau mungkin 2 hari kemudian atau bisa jadi seminggu, sebulan
bahkan setahun, kupercayakan saja itu pada kurir).
No comments:
Post a Comment