Saturday, September 1, 2012

Apa kabar?


Lama kita tak bertemu, berganti musim, berpindah tempat...

Pertemuan kita selalu singkat, karena kamu selalu datang ketika matahari tepat di atas kepalamu, tidak sekalipun kamu datang kala sinar matahari sehasta bahuku, lalu kamu pulang, bila malam sudah terlalu pekat, aku hapal ritme itu, tidakkah ingin kamu tinggal lebih lama? Menyaksikan fajar berdua, mengulum malam dengan tubuh yang melekat?

Aku masih hapal senyummu, senyum ketika kuhardik karena kudapati kamu merokok di depanku, batang-batang rokok yang selalu kusembunyikan hingga akhirnya kamu menyerah mematikan ujung pilinan tembakau itu dengan paksa, sudah kukatakan berulang kali, bagaimana bibir kita akan berpagut jika kudapati bau nikotin menyengat dari mulutmu, atau ajari saja aku sekalian menjadi perokok, biar kita sama-sama saling menghisap, saling membaui aroma yang sama keluar dari mulut kita. Kamu dengan cepat menggeleng... aku menyerah, aku mengalah, aku tidak merokok setidaknya didepanmu katamu.

Kubuang pemantik itu, benda kecil yang selalu kau bawa dalam saku bajumu, berdesakan dengan rinduku yang kau simpan juga ditempat yang sama. Di dekatmu aku tak perlu pemantik, karena kata-kata yang keluar dari mulutmu laksana percikan kembang api, memercik, indah, namun jika percikannya terkena kulit akan menyakitkan, katamu.

Aku tak peduli dengan rentetan kalimatmu, yang sedang kupikirkan adalah bagaimana caranya kamu tinggal lebih lama, tidak terbatas pada waktu 10 jam saja, tapi sepertinya kamu tidak peduli, 10 jam buatmu itu cukup. Akh.. memang aku mengerti dunia kita berbeda, kaum penganut logika terhebat dan kaum penganut rasa kelas atas. Harus selalu ada penengah, kaum hermaprodit.. tapi kupikir itu bukan solusi, malah penambah masalah.

Tiga cup ice cream dengan rasa mix blackcurrent, strawberry dan cokelat tinggal satu suapan saja, kamu memilihnya menjadi penyuap terakhir, kamu bilang... menjadi penutup itu istimewa, karena akan selalu dibutuhkan, dikenang, dirindukan, membuatnya mencandu, seperti halnya aku yang memilihmu menjadi penutup. Ujarmu... aku diam saja, kumainkan anak rambutku, ac di ruangan ini terlalu dingin, kehangatan tubuhmu tak mampu menetralisir udaranya, aku menggigil, kamu tertawa, akh... ya lagi kita berbeda. Kata-katamu membias, dan aku memalingkan muka.

Sekarang musim angin... apa kabar kamu disana?

No comments:

Post a Comment