Wednesday, April 21, 2010

Cerita dibalik Beradunya 2 sendok Pada Satu Piring


cinta datang mengendap-ngendap dibalik lengsernya keangkuhan raja siang yang harus takluk pada dewi malam, ada pada detik kesekian ketika 2 buah sendok saling beradu pada satu piring, ketika suara gelak tawa menggema, ketika botol mineral dingin sudah mulai berembun, ketika banyak orang mulai mengepulkan asap rokok ditempat yang memang tidak ada larangan “no smoking”, ketika pramusaji dengan cepat dan cekatan melayani dan saling melempar senyum, ketika aku merasa jarum jam bergerak sangat lambat. waktu itu langit yang maha luas menjadi atap banyak orang yang tampak sangat bisu, dan tampak bersih dari sapuan bintang, sebenarnya dibalik gelapnya itu, langit meng”klik” tepat waktu ketika cinta itu datang. kalau kau lupa, kau boleh tanya pada langit, dan langit akan memberikan jawaban dalam bentuk audio visual, tak akan ada kebohongan disana.

aku tak pernah terobsesi dengan cinta yang datang terburu-buru, seperti hujan yang langsung turun deras, aku tak pernah menyukai itu, aku lebih menikmati hujan dengan ritme yang naik turun. memukul-mukul jalanan aspal, menghasilkan aroma tanah basah, percayalah hanya hujan yang beritme yang mampu menghasilkan seni alam yang luar biasa, ketika sudah pada waktunya cinta itu datang terlalu cepat, aku akan menahannya, membiarkannya turun perlahan sedikit demi sedikit, bukan membuncah seperti membuang air dari ember.

sama seperti saat itu, aku percaya akan ada tempat dan waktu untuk segalanya, jika bukan hari ini, masi ada esok, dan seterusnya selalu seperti itu, orang bilang itu akan percuma, bagaimana aku bisa bilang itu percuma, kalau aku selalu yakin ada tempat dan waktu untuk segalanya.

ketika selesai beradunya 2 sendok diatas piring, ketika botol minuman tak lagi berembun karena memang tak ada lagi proses penyumbliman disana, saat itu juga aku menatap langit, melihat seraut wajah dengan sebentuk senyuman disana, kubalas senyum itu, sketsa wajah itu lalu mendekat, semakin mendekat, terasa dekat, sangat dekat, hingga aku merasa hanya berada 1 inchi jaraknya dari sketsa wajah itu, kuberikan senyuman terbaikku, aku tiba-tiba mendengar suara denting piano, aku tiba-tiba mendengar suara hentakan drum yang bertalu-talu, dimana orkes dadakan itu, semakin kencang rasanya...sketsa wajah itu menyunggingkan senyum yang makin lebar, lalu ia mengambil tanganku dan menempelkannya didadaku, oh..baru kutau orkes dadakan itu dari mana asalnya, kau tak perlu berkata, kau membisu dan aku pun sama, tak perlu berucap, kita sudah sama-sama tahu, kita sudah saling mengerti, karena kita tau, kata saja tak pernah cukup untuk mewakili segalanya.


"ketika mata ini mulai basah"
Na

2 comments:

  1. kilua: tulisan yang menarik sangat tersirat pesan penulis dibagian awalnya..keep writing with ur heart okzz

    ReplyDelete
  2. @ fandya : kilua bagus jg tulisanna...noh skrg rajin nulis di blogny...

    ReplyDelete