![]() |
Gambar diambil dari https://www.cgv.id/uploads/movie/compressed/MOV3193.jpg |
Film Filosofi
Kopi 2 hadir belakangan ini memenuhi layar bioskop. Pada menit awal penonton akan
dimanjakan oleh pemandangan di banyak wilayah Indonesia yang memang aduhai
bagusnya. Saya yakin banyak penonton seketika menandai banyak tempat yang akan
mereka kunjungi sesuai dengan tempat pengambilan gambar yang ada di Filosofi
Kopi.
Ternyata
berpindah memang tak mudah. Tergambar jelas kebanyakan orang Indonesia memilih
untuk hal yang pasti. Berpetualang bukanlah hal yang biasa. Menetap di suatu
tempat, mempunyai rumah dan keluarga sepertinya masih menjadi mimpi hampir
semua orang Indonesia. Di tengah kebiasaan masyarakat Indonesia yang memilih
cenderung hidup menetap daripada nomaden, maka kedai Filosofi Kopi pun yang
berkeliling pun ditinggalkan pegawainya satu persatu.
Jadilah Ben dan
Jodi memutar otak agar kedai tetap hidup. Pilihannya hanya satu, kembali ke
Jakarta dan membuka kedai kembali. Perjalananan Filosofi Kopi 2 pun di
mulai. Ada Luna Maya sebagai Tara rekan bisnis Ben dan Jodi dan Nadine
Alexander sebagai Brie, sarjana pertanian lulusan universitas luar negeri yang
memilih menjadi Barista di Kedai Filosofi Kopi.
Konflik satu
persatu datang. Rekan bisnis dan percintaan menjadi bumbu film ini. Cinta
segitiga, cinta yang hampir mampir pada orang-orang yang salah terlebih dahulu
hingga akhirnya cinta menemukan jalannya sendiri di waktu dan pada orang yang
tepat. Cinta memang muara dari segala hal. Ia pantas mendapatkan tempat
tertinggi.
Terlepas dari
aktingnya yang memang super bagus, Ben yang diperankan oleh Rico Jericho
berhasil memerankan sosok yang emosional dan keras kepala. Agak sedikit tidak
nyaman ketika adegan Ben marah pada Tara di hadapan banyak pelanggan.
Tak ada gading
yang tak retak. Film yang diambil dari buku Dee Lestari ini ditunggu-tunggu
oleh penonton dari tahun lalu. Sosok Dee Lestari sebagai pengarang novel best seller menjadi salah satu motivasi
terbesar kenapa film ini layak di tonton. Sumber cerita naskah yang memikat
berhasil menjadikan Filosofi Kopi pertama berkesan bagi banyak orang. Sayangnya
di Filosofi Kopi 2 ini terlihat tampak kurang greget. Terkesan hanya drama
saja, drama cinta.
Dengan judul Filosofi
Kopi saya berharap akan menemukan banyak hal tentang kopi, dari mulai fisik
kopi, pengolahan, pemaknaan yang filosofis atau bahkan efek positif dan negatif
dari kopi. Tak nampak juga cerita
tentang bisnis, strategi, pengalaman, jungkir balik Tara yang pebisnis sukses. Namun,
meski begitu Filosofi Kopi merupakan salah satu film Indonesia yang layak dan
harus ditonton.
Seperti kata
bapaknya Ben, Kopi itu bukan untuk diminum tapi untuk dinikmati seperti itulah
juga filmnya, nikmati setiap detilnya. Kesan tidak hadir begitu saja, dia butuh
dilahirkan dan kesadaran untuk menerimanya, meski banyak hal yang belum selesai
tetapi saya sudah seharusnya menghaturkan terima kasih kepada setiap orang yang
terlibat dalam pengerjaan film ini. Bravo!
Bandung, 26
Juli 2017
-RA-