Wednesday, July 26, 2017

Filosofi Kopi, dan Hal-hal yang Belum Selesai


Gambar diambil dari https://www.cgv.id/uploads/movie/compressed/MOV3193.jpg

Film Filosofi Kopi 2 hadir belakangan ini memenuhi layar bioskop. Pada menit awal penonton akan dimanjakan oleh pemandangan di banyak wilayah Indonesia yang memang aduhai bagusnya. Saya yakin banyak penonton seketika menandai banyak tempat yang akan mereka kunjungi sesuai dengan tempat pengambilan gambar yang ada di Filosofi Kopi.

Ternyata berpindah memang tak mudah. Tergambar jelas kebanyakan orang Indonesia memilih untuk hal yang pasti. Berpetualang bukanlah hal yang biasa. Menetap di suatu tempat, mempunyai rumah dan keluarga sepertinya masih menjadi mimpi hampir semua orang Indonesia. Di tengah kebiasaan masyarakat Indonesia yang memilih cenderung hidup menetap daripada nomaden, maka kedai Filosofi Kopi pun yang berkeliling pun ditinggalkan pegawainya satu persatu.

Jadilah Ben dan Jodi memutar otak agar kedai tetap hidup. Pilihannya hanya satu, kembali ke Jakarta dan membuka kedai kembali. Perjalananan Filosofi Kopi 2 pun di mulai. Ada Luna Maya sebagai Tara rekan bisnis Ben dan Jodi dan Nadine Alexander sebagai Brie, sarjana pertanian lulusan universitas luar negeri yang memilih menjadi Barista di Kedai Filosofi Kopi.

Konflik satu persatu datang. Rekan bisnis dan percintaan menjadi bumbu film ini. Cinta segitiga, cinta yang hampir mampir pada orang-orang yang salah terlebih dahulu hingga akhirnya cinta menemukan jalannya sendiri di waktu dan pada orang yang tepat. Cinta memang muara dari segala hal. Ia pantas mendapatkan tempat tertinggi.

Terlepas dari aktingnya yang memang super bagus, Ben yang diperankan oleh Rico Jericho berhasil memerankan sosok yang emosional dan keras kepala. Agak sedikit tidak nyaman ketika adegan Ben marah pada Tara di hadapan banyak pelanggan.

Tak ada gading yang tak retak. Film yang diambil dari buku Dee Lestari ini ditunggu-tunggu oleh penonton dari tahun lalu. Sosok Dee Lestari sebagai pengarang novel best seller menjadi salah satu motivasi terbesar kenapa film ini layak di tonton. Sumber cerita naskah yang memikat berhasil menjadikan Filosofi Kopi pertama berkesan bagi banyak orang. Sayangnya di Filosofi Kopi 2 ini terlihat tampak kurang greget. Terkesan hanya drama saja, drama cinta.

Dengan judul Filosofi Kopi saya berharap akan menemukan banyak hal tentang kopi, dari mulai fisik kopi, pengolahan, pemaknaan yang filosofis atau bahkan efek positif dan negatif dari kopi.  Tak nampak juga cerita tentang bisnis, strategi, pengalaman, jungkir balik Tara yang pebisnis sukses. Namun, meski begitu Filosofi Kopi merupakan salah satu film Indonesia yang layak dan harus ditonton.

Seperti kata bapaknya Ben, Kopi itu bukan untuk diminum tapi untuk dinikmati seperti itulah juga filmnya, nikmati setiap detilnya. Kesan tidak hadir begitu saja, dia butuh dilahirkan dan kesadaran untuk menerimanya, meski banyak hal yang belum selesai tetapi saya sudah seharusnya menghaturkan terima kasih kepada setiap orang yang terlibat dalam pengerjaan film ini.  Bravo!

Bandung, 26 Juli 2017

-RA-

Friday, July 7, 2017

Hujan

Sepertinya hujan sedang sering mampir di kotamu. Membasahi taman kota, membuat bunga-bunga menari dan tentu saja membasahi atap rumah lalu mengalir deras melalui kaca jendela kamarmu.
Seharusnya kamu tak perlu menunggu hujan dengan serius. Hujan akan datang dengan sendirinya menyapamu jika diperutnya sudah penuh dengan air yang siap dimuntahkannya. Memangnya jika hujan benar-benar datang dan mengajakmu bercumbu di dalam selimut, kamu mau apa?
Alih-alih sumringah, yang ada kamu malah menggigil kedinginan. Sebenarnya mungkin ya, yang kamu butuhkan hanya hujan dengan raut manis yang turun perlahan-lahan di kala sore hari, ketika beramai-ramai burung prenjak pulang menuju sarangnya. Kamu juga tentunya akan kelabakan jika hujan turun 24 jam menyapamu di depan jendela dan mengajakmu bercinta.
Hujan siap datang kapan saja, tapi apa kamu siap? Ya... kan?

***

Hujan itu digdaya. Dia akan menampakan diri pada mereka yang memang berani memeluknya. Hujan tak suka hanya dipandangi, dia suka jika kita bermain-main dengannya. Kuyup, ya tentu. Tapi itu yang ia ingini, basah bersama, bukan hanya dinikmati tetesan air yang jatuh dari tubuhnya, ataupun dilumat aromanya demi kamu dapat mencicipi wangi petrichor.