![](https://www.cgv.id/uploads/movie/compressed/MOV3166.jpg)
BW Purba Negara, saya pertama
kali mengenal karyanya melalui film Cheng-Cheng Po yang diproduksi tahun 2007.
Cheng-Cheng Po adalah film anak yang berkisah tentang keberagaman, kasih sayang
dan tolong menolong. Cheng-Cheng Po memenangkan Piala Citra untuk kategori Film Pendek
Terbaik di ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2008 dan Audience Award dalam Festival Film Pendek Konfiden 2007.
Melalui film barunya Ziarah, BW
Purba Negara seolah ingin menyampaikan pesan bahwa ada banyak hal sederhana yang
dapat memperkaya kehidupan. Mbah Sri, Perempuan sepuh yang menjadi pemain utama
dalam film Ziarah ini menjadi pengingat kesadaran tentang cinta, kesetiaan, pengorbanan
dan tentu saja kematian.
Mbah Sri, diceritakan sebagai
istri seorang veteran yang sepanjang hidupnya mencari kuburan suaminya. Mbah
Sri terus mencari, dari desa ke desa, berjalan kaki, menggunakan bus berpindah
angkot ataupun mobil angkutan barang demi mencari di mana jasad suaminya
disatukan dengan tanah.
Suami Mbah Sri, Pawiro Sahid pergi
berjuang ketika jaman perang agresi militer Belanda II, tetapi dia tidak
kunjung kembali. Sejak saat itu Mbah Sri memulai pencariannya. Bertanya ke
teman-teman seperjuangan suaminya, ke orang-orang yang tidak dikenalnya, hanya
berlandaskan ingatan puluhan tahun silam. Seringkali informasi yang diterimanya
tidak benar. Tapi Mbah Sri keras kepala, baginya mati dan dimakamkan di sebelah
pusara suaminya adalah cita-cita yang tak bisa diganti.
Ziarah, merupakan film semi
dokumenter yang bercerita tentang beberapa peristiwa sejarah. Ragam peristiwa
ketika pemerintahan Orba seperti pembuatan waduk besar-besaran yang
menenggelamkan banyak desa diceritakan di film ini. Orba adalah periode di mana
suara dibungkam dan hak individu tak lagi bisa diperoleh.
Ziarah selain menyuguhkan
pemandangan dan sejarah yang Indonesia sekali, juga mengetengahkan sosok
perempuan. Perempuan yang berharap dari hari ke hari demi bertemu suaminya,
kekasihnya. Bertahun-tahun dilaluinya dengan penantian dan kesetiaan. Perempuan
yang berpikir bahwa suaminya juga mencintai dirinya dan akan mencarinya. Tetapi
kenyataan berbicara lain, suaminya ternyata menikah lagi. Dan yang berbaring di
samping pusara suaminya adalah istri keduanya.
Siapapun pasti akan rapuh
mendapati kenyataan orang yang dinantinya ternyata sudah tak lagi jadi
miliknya, bertahun-tahun. Tetapi perempuan seperti diberikan rasa sabar yang
berlipat-lipat dibanding makhluk lainnya. Perempuan dilahirkan untuk menjadi
kuat. Hatinya seolah diperuntukkan untuk penerimaan, dan beragam pemakluman.
Melalui mbah Sri, sosok perempuan
menjelma menjadi makhluk yang sangat tangguh. Sendiri dan menanti. Menyepi dan
berharap. Mencari dan Berjuang. Hingga mendapati kenyataan dan masih bisa
memaafkan. Perempuan seperti mbah Sri, tentu saja sangat banyak. Beruntung BW
Purba Negara berhasil merekam salah satunya.
Film Ziarah selain memberikan pengalaman
batin yang kaya, juga mampu mengungkap hal-hal sederhana yang bisa kita maknai. Salah satunya tentang cara ungkap cinta yang sederhana dan disaksikan oleh sandal jepit yang
menemani langkah-langkah Mbah Sri.
Saya angkat topi
setinggi-tingginya untuk Film Ziarah. Bravo!
Bandung, 29 Mei 2017
Rena Asyari