Gambar dokumentasi pribadi Sudut kota Solo, 2013 |
Kenangan. Saya berutang banyak
padanya. Seperti kali ini, tak sengaja saya menemukan tulisan saya
bertahun-tahun lalu, setelah berhasil menjebol passwordnya saya pun
terpingkal-pingkal sendiri melihat materi tulisan tersebut. Tulisan-tulisan
saya dahulu dipenuhi tentang seseorang, hingga saya lupa bahwa dunia saya bukan
hanya dia. Tulisan-tulisan saya dahulu hanya berisi tentang cinta, kecemburuan,
pertengkaran, kesetiaan, dan prasangka hingga saya lupa bahwa ada materi lain
selain itu, sains, sejarah, politik, budaya, agama, sastra, seni.
Kenangan. Lagi-lagi saya mengakui
bahwa saya hidup karena kenangan. Saya berkaca pada kenangan, tentu ada hal-hal
yang ingin saya jalani kembali tapi banyak yang tidak menarik untuk saya tengok
kembali. Dan saya cukup beruntung, mendokumentasikan sebagian perjalanan hidup
saya melalui tulisan, saya jadi tahu bahwa 3 tahun lalu saya masih menulis
dengan bahasa curhat, saya juga jadi tahu bahwa hampir 4 tahun lalu saya pernah
membuat cerita bersambung tentang sebuah keluarga kecil yang mempunyai dua
kucing.
Kenangan. Ini pula yang
mengantarkan saya pada satu malam penuh khidmat. Menyaksikan pertunjukan
Ramayana di bawah rembulan di depan candi Prambanan. Itu titik awal saya untuk
mengenalkan kenangan pada hal baru. Lantas kenangan pun berganti halaman baru
di isi dengan ragam gerak dan suara. Kenangan. Menyimpan moment-moment seperti ini dengan rapi. Lagi-lagi saya berutang
padanya, bukan hanya satu melainkan banyak.
Kenangan. Menggiring saya untuk
mengingat pemahaman lama akan konsep keimanan yang saya anut sedari kecil,
disadarkannya saya tentang keimanan yang hanya dituruti tanpa pernah dicari,
hanya diikuti tanpa pernah dikiritiki. Kenangan juga mengenalkan saya pada
konsep keimanan yang baru mencari, mengikuti, mengkritiki lantas memahami.
Kenangan pula yang mengingatkan saya pada seorang teman dekat yang dahulu
seorang muslim dengan memakai (yang disimbolkan) pakaian muslim hingga sekarang
menjadi seorang atheis. Kenangan. Memberi saya tentang pengertian bahwa hidup yang
tak melulu mengenai waktu tetapi tentang esensi.
Kenangan juga yang memperlihatkan
pada saya bahwa kebohongan banyak terjadi. Dokumentasi tulisan-tulisan saya
dahulu mengatakan bahwa kebohongan sedang direncanakan, bahwa rasa bisa
dimanipulir melalui tulisan. Kenangan memperlihatkan pada saya tentang fakta,
bukti bahwa surat-surat yang setiap hari datang bisa saja itu hanya sekedar
rutinitas.
Kenangan. Kali ini mengingatkan
saya pada mobil tua merek kijang tahun 1989. Tua tapi tetap tangguh. Kenikmatan
seringkali hadir pada sesuatu yang hampir punah, retak, rusak. Kamu nampak
anggun duduk di belakang kemudi, sambil membuka pintu jendela lebar-lebar. Mobil
yang tak memiliki pendingin udara ini terlihat lebih manusiawi dengan mempersilahkan
udara luar masuk. Kini, si tangguh Kijang pun berganti, zaman memaksanya untuk
lengser. Sebenarnya mobil-mobil berpendingin udara kerap kali menjadikan saya
masuk angin, tapi sebuah masa memaksa kita untuk terus mengimbanginya, suka
ataupun tidak, nyaman ataupun tidak.
Kenangan mungkin bisa
dianalogikan sebagai bahan-bahan mentah yang kita design kembali. Setiap dari
kita adalah designer untuk mimpi-mimpi yang ingin kita capai. Seperti hal nya
ketika memuat kue, kita menyiapkan bahan mentahnya lalu kita aduk adonannya
hingga menjadi kalis, dengan begitu jika semuanya pas, kue akan terasa nikmat
di lidah. Begitu pun dengan kenangan, jika kita pintar memilah kenangan untuk
kita kumpulkan tiap kepingnya lalu kita uleni setiap keping kenangan tersebut
dan kita bentuk sesuai dengan apa yang kita inginkan hingga menjadi suatu
bentuk baru, mimpi yang kita cita-citakan, mungkin itulah fungsi kenangan yang
sebenarnya.
Saya dan kenangan. Kami telah berteman akrab sejak lama, intim, hanya saja mungkin sesekali saya meninggalkannya karena kenangan berjalan terlalu lambat sedangkan saya masih seperti orang kebanyakan yang hidup diburu waktu.
Gambarnya di kawasan Ngarsopuro, Solo. Apik. Tulisannya juga. :)
ReplyDelete@Bung Taksin : ia gambarnya di Ngarsopuro, masih belajar nulis inihhh.... Musti belajar sasama bung Taksin nih hehe...
ReplyDelete