Monday, October 5, 2015

Kenangan

Gambar dokumentasi pribadi
Sudut kota Solo, 2013
Kenangan. Saya berutang banyak padanya. Seperti kali ini, tak sengaja saya menemukan tulisan saya bertahun-tahun lalu, setelah berhasil menjebol passwordnya saya pun terpingkal-pingkal sendiri melihat materi tulisan tersebut. Tulisan-tulisan saya dahulu dipenuhi tentang seseorang, hingga saya lupa bahwa dunia saya bukan hanya dia. Tulisan-tulisan saya dahulu hanya berisi tentang cinta, kecemburuan, pertengkaran, kesetiaan, dan prasangka hingga saya lupa bahwa ada materi lain selain itu, sains, sejarah, politik, budaya, agama, sastra, seni.

Kenangan. Lagi-lagi saya mengakui bahwa saya hidup karena kenangan. Saya berkaca pada kenangan, tentu ada hal-hal yang ingin saya jalani kembali tapi banyak yang tidak menarik untuk saya tengok kembali. Dan saya cukup beruntung, mendokumentasikan sebagian perjalanan hidup saya melalui tulisan, saya jadi tahu bahwa 3 tahun lalu saya masih menulis dengan bahasa curhat, saya juga jadi tahu bahwa hampir 4 tahun lalu saya pernah membuat cerita bersambung tentang sebuah keluarga kecil yang mempunyai dua kucing.

Kenangan. Ini pula yang mengantarkan saya pada satu malam penuh khidmat. Menyaksikan pertunjukan Ramayana di bawah rembulan di depan candi Prambanan. Itu titik awal saya untuk mengenalkan kenangan pada hal baru. Lantas kenangan pun berganti halaman baru di isi dengan ragam gerak dan suara. Kenangan. Menyimpan moment-moment seperti ini dengan rapi. Lagi-lagi saya berutang padanya, bukan hanya satu melainkan banyak.


Kenangan. Menggiring saya untuk mengingat pemahaman lama akan konsep keimanan yang saya anut sedari kecil, disadarkannya saya tentang keimanan yang hanya dituruti tanpa pernah dicari, hanya diikuti tanpa pernah dikiritiki. Kenangan juga mengenalkan saya pada konsep keimanan yang baru mencari, mengikuti, mengkritiki lantas memahami. Kenangan pula yang mengingatkan saya pada seorang teman dekat yang dahulu seorang muslim dengan memakai (yang disimbolkan) pakaian muslim hingga sekarang menjadi seorang atheis. Kenangan. Memberi saya tentang pengertian bahwa hidup yang tak melulu mengenai waktu tetapi tentang esensi.

Kenangan juga yang memperlihatkan pada saya bahwa kebohongan banyak terjadi. Dokumentasi tulisan-tulisan saya dahulu mengatakan bahwa kebohongan sedang direncanakan, bahwa rasa bisa dimanipulir melalui tulisan. Kenangan memperlihatkan pada saya tentang fakta, bukti bahwa surat-surat yang setiap hari datang bisa saja itu hanya sekedar rutinitas.

Kenangan. Kali ini mengingatkan saya pada mobil tua merek kijang tahun 1989. Tua tapi tetap tangguh. Kenikmatan seringkali hadir pada sesuatu yang hampir punah, retak, rusak. Kamu nampak anggun duduk di belakang kemudi, sambil membuka pintu jendela lebar-lebar. Mobil yang tak memiliki pendingin udara ini terlihat lebih manusiawi dengan mempersilahkan udara luar masuk. Kini, si tangguh Kijang pun berganti, zaman memaksanya untuk lengser. Sebenarnya mobil-mobil berpendingin udara kerap kali menjadikan saya masuk angin, tapi sebuah masa memaksa kita untuk terus mengimbanginya, suka ataupun tidak, nyaman ataupun tidak.  

Kenangan mungkin bisa dianalogikan sebagai bahan-bahan mentah yang kita design kembali. Setiap dari kita adalah designer untuk mimpi-mimpi yang ingin kita capai. Seperti hal nya ketika memuat kue, kita menyiapkan bahan mentahnya lalu kita aduk adonannya hingga menjadi kalis, dengan begitu jika semuanya pas, kue akan terasa nikmat di lidah. Begitu pun dengan kenangan, jika kita pintar memilah kenangan untuk kita kumpulkan tiap kepingnya lalu kita uleni setiap keping kenangan tersebut dan kita bentuk sesuai dengan apa yang kita inginkan hingga menjadi suatu bentuk baru, mimpi yang kita cita-citakan, mungkin itulah fungsi kenangan yang sebenarnya.

Saya dan kenangan. Kami telah berteman akrab sejak lama, intim, hanya saja mungkin sesekali saya meninggalkannya karena kenangan berjalan terlalu lambat sedangkan saya masih seperti orang kebanyakan yang hidup diburu waktu.  








2 comments:

  1. Gambarnya di kawasan Ngarsopuro, Solo. Apik. Tulisannya juga. :)

    ReplyDelete
  2. @Bung Taksin : ia gambarnya di Ngarsopuro, masih belajar nulis inihhh.... Musti belajar sasama bung Taksin nih hehe...

    ReplyDelete