Friday, January 2, 2015

Kaum Wanita dan Nabi



Sebuah Resensi dari Buku Karya Annemarie Schimmel “Jiwaku adalah Wanita” Aspek Feminin dalam Spritualitas Islam, Diterbitkan oleh Mizan tahun 1998 dalam bab Kaum Wanita dan Nabi
Buku ini diterjemahkan dari bahasa Inggris dengan judul  “Meine Seele ist eine Frau : Das Weibliche im Islam”, terbitan Kosel tahun 1995


“Allah telah membuatku menyayangi dari duniamu kaum wanita dan wewangian” hadist nabi ini sering dikutip, jadi bagaimana mungkin islam bisa dikenal sebagai agama yang berpandangan negatif terhadap kaum wanita?
Khadijah, janda yang telah mempunyai anak itu menjadi istri pertama Muhammad dan kemudian melahirkan anak-anaknya. Peran Khadijah bagi kehidupan Muhammad membuat dia pantas mendapat sebutan Ibu kaum beriman dan wanita terbaik Khair an-nisa.
Setelah Khadijah, Aisyah putri abu bakar menjadi istri Muhammad. Wanita-wanita lainnya yang menjadi istri Muhammad adalah janda-janda yang ditinggal mati suaminya atau dicerai atau juga bekas budak. Fakta ini mendukung perkawinan kembali janda-janda di kalangan kaum modernis di India pada abad ke-19 dan ke-20.  
Aisyah mempunyai peran penting. Dia menjadi pendokumentasi untuk berbagai masalah yang timbul dari tradisi, dan membahasnya dengan para sahabat nabi. Aisyah juga terjun ke medan perang pada tahun 656 untuk melawan Ali bin Abi Thalib dan para pendukungnya, Aisyah pun menjadi kebanggaan orang Sunni. Panggilan Muhammad kepada Aisyah Kallimi ya Humaira “Bicaralah padaku, gadis kecilku yang kemerah-merahan”.
Aisyah tidak disukai dalam tradisi Syi’ah sebab dia menentang Ali, Ali yang oleh kaum Syi’ah dihormati sebagai imam yang pertama. Yang membuat hubungan semakin memburuk antara Aisyah dan Ali adalah ketika Ali mengungkapkan komentar negatif tentang wanita itu ketika dia kehilangan kalungnya dalam suatu perjalanan dan diantar kembali ke tengah khalifah oleh seorang pemuda. Namun keraguan mengenai kehormatannya itu segera dihilangkan oleh turunnya wahyu QS 24:11. Dalam literatur kaum Nusairi ultra-Syi’ah, Aisyah bahkan dibandingkan dengan sapi kekuning-kuningan, kurban yang diserahkan kepada Musa dalam QS 2:67-72.
Nabi mempunyai empat orang anak perempuan. Mempunyai anak perempuan tidak lagi dianggap tercela seperti di lingkungan Arabia pra-Islam yang sebelumnya biasa mengubur hidup-hidup apa yang mereka anggap gadis-gadis tak berguna. Praktik tak bermoral ini dikecam keras dengan jelas dalam QS 81:8. Penghargaan baru kepada anak-anak perempuan tercermin dalam kenyataan bahwa kaum pria mulai menggunakan suatu gelaran atau nama kehormatan. Tidak lagi menyebut diri mereka Abu Thalhah “Ayah dari si buyung Thalhah” atau yang semacam itu, mereka kini mulai menyebut Abu Raihana “Ayah dari si upik Raihana”. Tidak ada aib jika seseorang mempunyai anak perempuan, bahkan ada sebuah tradisi untuk mengucapkan selamat kepada sang ayah, dengan alasan bahwa : seorang anak perempuan dapat mendatangkan 7 anak laki-laki ke dunia.
Tiga dari empat anak perempuan nabi meninggal semasa hidupnya. Zainab, Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Ruqayyah dan Ummu Kultsum kawin dengan putra-putra Abu Lahab, tapi mereka meninggalkan suami mereka ketika Abu Lahab menjadi musuh nabi QS:111. Utsman bin Affan, khalifah ketiga mengambil keduanya menjadi istrinya. Karena perkawinan dengan dua saudari sekaligus itu dilarang, maka dia mengawini yang satu setelah kematian yang lain. Utsman pun menyandang nama “pemilik dua cahaya” Osman Nuri yang masih populer, terutama di Turki.
Yang paling muda, Fatimah kawin dengan sepupu Muhammad Ali bin Abi Thalib. Melahirkan dua orang putera Hasan dan Husein. Hasan yang lebih tua meninggal tahun 669, barangkali diracun. Adiknya Husein syahid pada tahun 680 dalam perang Karbala melawan pasukan khalifah dari bangsa Umayyah, Yazid. Bangsa Umayyah merebut kekhalifahan pada tahun 661 setelah membunuh Ali dan Husein berusaha merebutnya kembali. Tragedi Karbala di Irak terjadi pada hari kesepuluh di bulan Muharram. Syair-syair Islam memuliakan cucu nabi sebagai pahlawan yang agung, sebagai syahid yang paling utama dan Fatimah pun mendapat gelar mater dolorasa. Fatimah mendapat kehormatan yang lebih tinggi dibanding yang lainnya bagi kaum Syi’ah, setelah Muhammad dan Ali. Julukan-julukannya adalah Zahra, yang cemerlang; Batul, Perawan; Kaniz, Gadis; Ma’shumah, Terlindung dari Dosa. Fatimah bukan hanya perantara bagi semua orang yang meratapi puteranya, Husain, tapi dalam lingkup spekulasi mistik, dia juga dianggap sebagai ummu adiha, “ibu dari ayahnya”.

Fatimah disebut juga sebagai Ratu umat manusia. Sebuah genre sastra yang dikenal sebagai “Mahar Fathimah” (jihaznama-i Fathimah) menyebutkan satu demi satu barang-barang sederhana yang dapat diberikan oleh ayahnya sebagai maskawin, kedermawanannya kepada kaum miskin menyebabkan Fatimah menjadi teladan bagi gadis-gadis muslim. Bahkan ada mazhab yang menyerahkan seluruh kekayaan keluarga kepada anak-anak perempuan mereka sebagai warisan dan semua itu sebagai pernghormatan untuk Fatimah. Muhammad Iqbal yang seorang penganut Sunni pun menghormati Fatimah dalam karyanya yang berupa epik Persia pada tahun 1917 berjudul Rumuz-i be-khudi menunjukkan bahwa tak ada keraguan pada sikap Fatimah.
Sana’i 1131 dari Afganistan yang bernyanyi :
                Dunia ini penuh dengan kaum wanita,
                Namun di manakah ada seorang wanita seperti Fatimah,
                Wanita yang paling baik?

Hadis nabi yang ditulis di awal tulisan ini dan juga banyaknya perkawinan yang dijalaninya menimbulkan ketidaksetujuan di kalangan ahli teologi Kristen. Bagaimana mungkin seorang pria yang menyatakan dirinya nabi membiarkan dirinya tenggelam dalam hawa nafsu?Gagasan ini bertolak belakang dengan ajaran Kristen mengenai kesucian, hidup selibat yang berakar kuat di gereja. Namun kaum Muslim menganggap ini sebagai suatu ungkapan kegembiraan yang dapat ditemukan manusia di dunia indra, yang merupakan bagian dari ciptaan Tuhan. Nabi menyayangi wanita karena Tuhan membuat mereka patut disayang.



Tulisan saya juga bisa di baca di :
https://www.jurnalperempuan.org/blog-feminis-muda

No comments:

Post a Comment