Friday, January 23, 2015

Negeri yang Lucu



Lucu, negeri kita benar-benar lucu. Itu katamu siang tadi. Kamu lihat penjual minuman itu? Dia menjajakan minumannya seolah semua orang kehausan, apa dia tidak lihat bahwa aku telah meminum habis seluruh air matamu siang dan malam. Aku kenyang.

Lalu apa yang kamu tertawakan?

Aku menertawakan negerimu itu... negeri yang katanya kaya oleh sinar matahari dan berlimpah cahaya rembulan itu, negeri yang katanya di huni oleh ratusan bidadari berparas cantik yang siap melengkungkan senyum-senyum indah dari bibir bergincu berupa warna.

Negeri yang juga penuh oleh doa-doa yang dipanjatkan siang dan malam dari para penghuninya yang beriman.

Lantas apa yang lucu?

Dagelan semua ini.

Negerimu mencoba bermain drama, tapi lihat drama yang ditampilkan sangat murahan. Semua ingin menjadi aktor utama, apa mereka tidak pernah belajar tentang pemeranan? Suruh para petinggi-petinggi di negerimu untuk berkunjung ke STSI eh ISBI Bandung, juga ke ISI Solo, ISI Yogya, IKJ dan sekolah seni lainnya, untuk lebih mendalami menjadi pemain drama.

Lalu apa hubungannya dengan penjual minuman tadi?

Apa kamu tidak melihat penjual minuman tadi berpura-pura menjual minuman, sebenarnya yang dia jual adalah harga dirinya. Wah kenapa bisa begitu?tanyaku semakin tak mengerti. Kamu lihat dia bilang bahwa yang dia jual adalah es teh manis, padahal dia tahu betul bahwa teh tersebut tidak manis, entah karena teh dengan kualitas buruk ataupun gula dengan kualitas buruk.

Apa penjual es teh manis itu tahu?bahwa dulu Priangan yang didiaminya pernah menjadi tempat perkebunan teh terbaik, masa-masa yang gemilang bagi Priangan. Sekarang coba lihat Prianganmu yang semakin putus asa, Priangan yang sekarat karena lahannya menjadi hunian bagi manusia-manusia yang sebagian manusia-manusia itu menjadi pemain drama di pentas panggung Negerimu.
Penjual minuman itu menjual harga dirinya dan menukarnya dengan rupiah.

Para pejabat di negerimu itu ya begitu juga, mereka menelanjangi dirinya sendiri, menjual harga dirinya dan menukarnya dengan dollar.

Negeri yang katanya kaya ini tak ubahnya sebuah lukisan bagi rakyat, yang hanya bisa dipandangi. Elit-elitnya terlalu rakus, sampai tak bisa membedakan mana warna jingga lembayung sore hari atau jingga ketika fajar datang. Bodoh!!

Lalu apa yang akan kamu lakukan, menertawakan terus-terusan negerimu yang lucu itu atau memaki-maki penjual minuman itu?

Akan kuborong semua minuman di abang penjual itu, ku bayar di awal air matamu dengan air teh murahan ini, agar malam-malam selanjutnya kamu tak lagi menangis, menangis karena negerimu atau menangis karena hal lain.

Lantas untuk negerimu?

Aku akan segera ke Gedung KPK, membentuk barikade pembelaan terhadap kebenaran.
Kamu sendiri bagaimana, ikut denganku malam ini ke gedung KPK atau hanya Ikut menertawakan dan hanya sekedar menjadi penonton?



@Na_Asyari
Turut berbela sungkawa untuk matinya kebenaran di Negeri ini. 


Friday, January 2, 2015

Kaum Wanita dan Nabi



Sebuah Resensi dari Buku Karya Annemarie Schimmel “Jiwaku adalah Wanita” Aspek Feminin dalam Spritualitas Islam, Diterbitkan oleh Mizan tahun 1998 dalam bab Kaum Wanita dan Nabi
Buku ini diterjemahkan dari bahasa Inggris dengan judul  “Meine Seele ist eine Frau : Das Weibliche im Islam”, terbitan Kosel tahun 1995


“Allah telah membuatku menyayangi dari duniamu kaum wanita dan wewangian” hadist nabi ini sering dikutip, jadi bagaimana mungkin islam bisa dikenal sebagai agama yang berpandangan negatif terhadap kaum wanita?
Khadijah, janda yang telah mempunyai anak itu menjadi istri pertama Muhammad dan kemudian melahirkan anak-anaknya. Peran Khadijah bagi kehidupan Muhammad membuat dia pantas mendapat sebutan Ibu kaum beriman dan wanita terbaik Khair an-nisa.
Setelah Khadijah, Aisyah putri abu bakar menjadi istri Muhammad. Wanita-wanita lainnya yang menjadi istri Muhammad adalah janda-janda yang ditinggal mati suaminya atau dicerai atau juga bekas budak. Fakta ini mendukung perkawinan kembali janda-janda di kalangan kaum modernis di India pada abad ke-19 dan ke-20.  
Aisyah mempunyai peran penting. Dia menjadi pendokumentasi untuk berbagai masalah yang timbul dari tradisi, dan membahasnya dengan para sahabat nabi. Aisyah juga terjun ke medan perang pada tahun 656 untuk melawan Ali bin Abi Thalib dan para pendukungnya, Aisyah pun menjadi kebanggaan orang Sunni. Panggilan Muhammad kepada Aisyah Kallimi ya Humaira “Bicaralah padaku, gadis kecilku yang kemerah-merahan”.
Aisyah tidak disukai dalam tradisi Syi’ah sebab dia menentang Ali, Ali yang oleh kaum Syi’ah dihormati sebagai imam yang pertama. Yang membuat hubungan semakin memburuk antara Aisyah dan Ali adalah ketika Ali mengungkapkan komentar negatif tentang wanita itu ketika dia kehilangan kalungnya dalam suatu perjalanan dan diantar kembali ke tengah khalifah oleh seorang pemuda. Namun keraguan mengenai kehormatannya itu segera dihilangkan oleh turunnya wahyu QS 24:11. Dalam literatur kaum Nusairi ultra-Syi’ah, Aisyah bahkan dibandingkan dengan sapi kekuning-kuningan, kurban yang diserahkan kepada Musa dalam QS 2:67-72.