Thursday, June 12, 2014

'DROP' Ine dan Suara Perempuan


Malam menjadi berbeda kali ini. Taman Budaya Bandung menyuguhkan cerita. Seorang perempuan yang tengah tertidur menjadi pembuka acara, desah nafasnya yang teratur menjadi backsound panggung, kita menjadi salah satu di antara 250 orang penonton yang hadir. Tiba-tiba perempuan yang sedang tertidur itu mulai bermonolog dengan suara yang bergetar dan tertahan mengungkapkan kekecewaannya akan laki-laki yang dia cintai tapi tidak pantas untuk dicintai. Laki-laki yang pergi tanpa pesan.


Perempuan itu kita mengenalnya Sha Ine Febriyanti. Ine memainkan 8 karakter perempuan Yunani yang kecewa dengan laki-laki pasangannya, laki-laki yang meninggalkan mereka akibat perang Troya.

Ine tak sendiri, ditemani Anthony seorang pemain sirkus dan sebagai lawan monolog Ine. Monolog Ine di adopsi dari karya Ovid, penyair Romawi yang telah menghasilkan banyak karya. Ine mewakili perempuan yang banyak memendam rasa, lugas berbicara tentang kepedihan melalui suara, ekspresi dan gerak tubuh. Sedangkan Anthony dengan gesit memainkan tali yang telah tergantung. Pertunjukan pun menjadi klimaks ketika turun hujan buatan di atas panggung. Seketika Ine dan Anthony pun basah. Seperti sudah sifat hujan bahwa hujan sebagai media pengantar mencapai keheningan, maka dalam drama Drop pun, hujan tak hanya sebagai media tetapi menjadi bagian dari pelaku.

Sukarno dan Pemikirannya Tentang Islam


Sebuah Resensi ditulis pada 18 Mei 2014


Sukarno, namanya dikenal di nusantara. Tercatat dalam buku-buku sejarah sebagai proklamator, pembaca naskah proklamasi. Icon sebagai proklamator lebih melekat daripada pemikiran-pemikirannya, buku-buku sejarah bacaan wajib di sekolah tak pernah memberitahu tentang kegelisahan yang menjadi ide-idenya. Pemikiran Sukarno di berangus oleh zaman, orde baru mematikannya. Sejarah melupakannya.
Apa yang terserak baiknya dikumpulkan. Surat-surat dari Endeh ini salah satu bukti dari pemikiran-pemikiran Sukarno yang tersebar di banyak tempat. Bandung, Flores, Bengkulu tempat dia diasingkan.

Islam agama yang dianutnya, keresahannya akan islam membuat dia bertukar pesan kepada Tuan Hasan, seorang guru persatuan Islam di Bandung. Agama yang dianutnya itu dipelajarinya sendiri, ibunya yang seorang Bali dan ayahnya seorang Jawa tak banyak mempengaruhi pemikiran Sukarno tentang Islam.
Surat-surat dari Endeh ditulisnya sekitar tahun 1930an, saat itu ia diasingkan ke Endeh Flores. Ia didampingi istrinya Inggit Garnasih, anaknya Ratna Djuami dan ibu mertuanya.

Seperti tercatat dalam suratnya tertanggal 1 desember 1934, ia meminta kepada Tuan Hasan agar dikirimkan buku-buku tentang pengajaran shalat, utusan Wahabi, Al-Muctar, Debat Talqien, Al-Burhan Complete dan Al-Jawahir. Tuan Hasan pun menyanggupinya dan mengirimkan buku-buku yang diminta Sukarno.
Hal ini terlihat pada isi surat tertanggal 25 Januari 1935, Sukarno merasa sangat gembira. Kali ini Sukarno meminta buku “Bukhari dan Muslim”. Sukarno ingin mempelajari lebih rinci lagi tentang hadist, ini didasarkan pada kegelisahannya akan kondisi islam. Dia menerangkan bahwa kekunoan islam, kemesuman islam, ketahayulan orang islam berasal dari hadis-hadis yang lemah (dhaif) dan sayangnya hadis yang lemah itu kadang lebih laku dari ayat-ayat Al-Quran.