Wednesday, January 6, 2016

Di Balik Pesta Kembang Api

Pesona kembang api memang tak pernah sirna, suara yang menggelegar bisa termaklumi dengan hadirnya pendar-pendar cahaya di angkasa. Tahun baru adalah perayaan, suka cita bagi mereka yang tak pernah mampu untuk membeli kembang, suatu kemewahan karena kembang api bisa dilihat dimana-mana sekaligus duka cita bagi mereka yang tak bisa menikmati warna-warni cantik di angkasa secara langsung.

Pemaknaan tahun baru, setiap jiwa pasti melakukannya di penghujung hari. Ada yang dengan mudah melupakannya ada juga yang dengan gigih memperjuangkan pemaknaan tersebut. Tahun baru menghadirkan keriaan, optimisme, meskipun melewati malam tahun baru di rumah di bawah selimut, tapi optimisme tetap dialirkan ke dalam dada, tersenyum menyambut matahari pagi di tahun yang berbeda angkanya.

Atau mungkin kekecewaan? Kecewa karena kalender berganti angka dengan cepat sedangkan pergerakan kita sangat lambat di tahun kemarin, tak ada yang sudah kita lakukan selain memanjakan diri sendiri dengan berbagai fasilitas dan kemudahan, tak ada kesenangan yang kita bagi dengan orang lain, tak ada energi positif yang ditularkan, tak ada re-generasi pemikiran, tak ada... tak ada yang dilakukan.... dan kita mengakui bahwa kita kalah.

Kemarin saya berdiri di tengah kerumunan, menyaksikan percikan cahaya kembang api dari dekat. Semua mata melihat ke langit, seolah langit adalah tempat mereka kembali. Saya terlupa akan seseorang, seseorang yang menunggu dengan sabar di rumah, seseorang yang hanya mendengar gelegar kembang api tanpa melihat kecantikannya, seseorang yang tak berani keluar rumah, seseorang yang saya tinggalkan di belakang. Saya menyesal. Di balik kemegahan pesta kembang api ada jiwa yang sedang tertelungkup dengan rapat di balik selimut, keinginan yang hanya bisa dalam benak. Saya tak bisa membayangkan bagaimana menjadi dirinya.