Saturday, November 26, 2016

Rekaman Mata dari NuArt Sclupture Park : Happy Salma, Ayu Laksmi, Nasirun


Jumat selayaknya hari lain adalah hari keberkahan. Sore itu senja tak datang dengan jingganya. Mendung menggayut sempurna. Saya menuju tempat cantik, NuArt Sculpture Park untuk menonton pementasan monolog Happy Salma.

Tiba di NuArt langsung terlihat lampu-lampu cantik dan suasana alam yang segar. NuArt salah satu surga kecil di Bandung. NuArt ternyata punya hajat besar yaitu pembukaan pameran Carangan kolaborasi dua seniman besar Nasirun dan I Nyoman Nuarta. Jam 19.00 acara sudah mulai, ternyata pak Menteri Perhubungan turut hadir. Tak mau kalah dengan seniman, Pak Budi Karya pun bernarasi “Seni dan manusia, tidak ubahnya ibarat garis dan warna. Keduanya saling melengkapi saling pula menghiasi, dengan seni manusia bebas bereksperi dan berimajinasi. Seni mempunyai kontribusi besar dalam melembutkan jiwa dan refleksi nilai bangsa. Hidup harus bermakna dan berwarna”. Semula saya kira acara hanya pementasan monolog Happy Salma ternyata ada kejutan lain. Ayu Laksmi tampil membuka acara. Seluruh mata hening memandang penuh khidmat, angin semilir, gemericik air sungai yang berada tepat di bawah NuArt menjadi backsound alami. Tanpa diminta sang alam seperti ikut memeriahkan acara.

Tuesday, November 22, 2016

Berkaca pada Eiger

Sudah berhari-hari saya tak keluar rumah. Di luar rumah hiruk pikuk tak karuan. Gaduh. Suara keadilan dan kebencian menyeruak di mana-mana. Saya memilih diam. Menyibukkan diri dengan yoga dan tenggelam dalam lautan abjad. Bukan tanpa sebab, tetapi ini adalah bentuk saya melakukan perlawanan terhadap suara-suara bising.

“Kamu harus bersuara, tidak bersuara berarti memihak” sayup-sayup bisikan serupa itu selalu hadir di ruang-ruang imajiner. Di sini netral saja sudah sebuah dosa. Sosok-sosok imajiner, belakangan bermain-main dalam benak. Mereka hadir meriuhkan suasana, bukan kedamaian yang lahir tetapi kebencian yang semakin memenuhi segala ruang. Lebih baik saya menyingkir. Bukan karena tak sanggup bertarung, tetapi bukankah bertarung tak mesti dengan bersuara keras?

Saya tak hendak membuat perkara. Hidup hanya serupa permainan. Permainan yang menyenangkanlah yang saya pilih. Bukan pula saya mencari aman. Tetapi kadangkala diam dibutuhkan karena bising juga tak menyelesaikan masalah. Saya tak ingin terjebak dalam lingkaran pseudoactivity. Diam bentuk perlawanan yang paling manis. Seperti Buddhis yang menjalankan darmanya dalam keheningan.